Sugeng Rawuh


free counter

Kamis, 22 Oktober 2009

Adolphe Sax, Tetap Dikenang


Inilah sudut kota Dinant, Belgia, tempat kelahiran Adolphe Sax. Potret wajahnya diabadikan di mata uang setempat dan saxophone karya ciptanya dimonumenkan di prapatan jalan dekat rumahnya. Ee..., namanya juga orang berjasa, di manapun berada akan tetap dikenang.

Gitu deh…

Belajar Saxophone, apa saya bisa?


Satu ditambah satu sama dengan tiga. Mana bisa? Mustahil tho?

Tapi, belajar saxophone tidak semustahil bilangan 1 + 1 = 3 itu. Pokoknya kalau kita punya niat, tidak mustahil kita bakalan bisa memainkan saxophone. Kenapa? Soalnya bermain saxophone itu gampang. Gitu loh…

Lubang Kecil Itupun Kini Membesar


Setelah ratusan tahun orang berkutat hanya pada lubang nada yang kecil, kisaran ujung jari, akhirnya ditemukan juga cara membuat lubang pengatur nada dengan ukuran besar. Saking besarnya lubang maka diperlukan penutup bertangkai supaya lubang tersebut dapat dikendalikan oleh jari2.

Dan sejak ditemukannya mekanisme buka tutup lubang besar itu, alat musik tiup berukuran besar pun dapat dibuat seperti bas clarinet, bas flute, bas saxophone dsb.

Gitu deh…

Lap


Punya saxophone, mesti rajin ngelap biar dianya senang dan kitapun senang.


Gitu deh…

Bisa Lirih, Bisa Meraung



Suara saxophone itu bisa lirih, bisa juga meraung kayak bunyi knalpot motor gede.

Lagu Kebangsaan

Tidak ada salahnya kalau kita peniup saxophone punya “lagu kebangsaan”, yakni satu lagu yang sungguh2 kita suka, kita hafal dan bisa kita mainkan dengan baik dan benar, dimana saja, kapan saja.

Kalau saat ini belum punya lagu kebangsaan, silahkan mulai dipilih, lagu apa yang kiranya cocok. Mau lagu barat atau lagu lokal, lagu jadul atau lagu baru, terserah saja. Kalau saya sih paling suka lagu “Misty”. Ya, Misty itulah lagu kebangsaan saya.

Pilihan lagu masih banyak, di antaranya: My Way, Over the Rainbow, Dany Boy, The Wonderful World, The Way We Were, Killing Me Softly, Love Letter in The Sand, If,
The Girl From Ipanema, Yesterday, dll. Atau lagu2 Indonesia seperti: Aryati, Juwita Malam, Bunga Anggrek, dsb. Wis tho, pilih saja sendiri.

Gitu deh…

Santai Saja


Bermain saxophone itu tidak harus ngotot, tegang dan kaku, tapi bahkan bisa bergaya "moonwalked" ala Michael Jackson. Santai gitu loh...

More, more

Jangan merasa girang dulu saat kita sedang latihan niup saxophone dan tetangga depan rumah nyeletuk: " More, more..."

More, more seperti kata tetangga itu bukan selalu bermakna dia suka dengan tiupan saxophone kita, sehingga minta more, minta nambah. Bisa saja yang dia maksud adalah..., more practise alias permainan kita masih jelek dan masih perlu banyak latihan lagi.

Gitu deh…

Luar Kepala

Enak lho kalau bisa hapal lagu..., di luar kepala!

Gitu deh…

Soal gaya doang


Meniup, mau bergaya kemayu atau mecucu, sama saja. Lha wong cuma soal gaya doang.

Gitu deh…

Hap!


Getaran reed (lidah getar) yang menyentuh ujung mouthpiece itulah yang bikin bunyi. Tapi kalau keganjel begini ini..., ya bakalan bungkem kagak bersuara deh.

Ini Jangan Ditiru

Saxophone, umumnya mempunyai 3 bagian yaitu: neck, body dan bell. Bagian body, bow dan bell sudah saling terkait menjadi satu dan tak bisa dilepas, sementara bagian neck bisa dibongkar pasang alias bisa dipasang dan dilepas lagi dari body. (Neck adalah bagian dimana mouthpiece berada).



Nah, karena neck atau leher saxophone itu bisa copot (dari body), maka "dilarang keras" membawa atau menenteng saxophone dengan hanya memegang bagian lehernya saja. Resikonya adalah: neck bisa terlepas dari body dan jatuh dan penyok dan rusaklah saxophone kita.

Jadi cara paling aman membawa saxophone adalah dengan memegang bagian body atau bagian bell. Sekali lagi, untuk alasan apapun, jangan pernah membawa atau menenteng atau mengangkat saxophone pada bagian lehernya, meskipun itu hanya untuk aksi berfoto saja.

Gitu deh...

Hati2 dengan Neck


Belum lama ini kita bicara soal neck (leher) saxophone yang is dead, tertekuk gara2 penanganannya yang tidak hati2, ee..., kemarin seorang kolega datang dengan membawa neck saxophone yang rusak parah, terpelintir kayak gini.

Kasus kerusakan neck kayak gini ini baru sekali ini saya temui. Dengan kata lain..., t-e-r-l-a-l-u !!! Bagaimana bisa neck "terbunuh" dengan cara seperti itu?

Oleh karenanya, saat kita melepas neck dari bodi, lebih dulu sekrup pengetat harus dikendorkan. Baru kemudian dengan memegang pangkalnya (bukan ujung), neck digoyang pelan kekiri dan kanan sambil ditarik ke atas. Pelan2 saja, tak perlu tergopoh-gopoh.

Gitu deh…

Dead Neck


Leher saxophone ini perannya cukup vital sehingga perlu ditopang penguat agar tidak gampang tertekuk dan tercekik.

Oleh karena itu saat kita memasang mouthpiece pada neck atau leher hendaknya berhati2. Pegang neck, baru kemudian mouthpiece dipasang.

Gitu deh…

Goose Neck


Mouthpiecenya sih mirip paruh bebek. Tapi neck saxophone ini sangat persis leher angsa. Karena itu dia disebut juga goose neck atau swan neck.

Gitu deh

Mouthpiece Enak

Biarpun Dave Koz ataupun Kenny G pakai mouthpiece merek anu ataupun itu, kita tak perlu terpengaruh. Belum tentu lho mouthpiece (MP) mereka itu cocok dengan selera kita. Kelihatannya saja mereka enak tulat tulit meniup saxophone dengan mouthpiece dan reed kesukaannya. Tapi kalau kita yang meniup, meski dengan setelan MP dan reed sama persis dengan yang mereka punya, belum tentu kita akan sepiawai mereka. Bisa saja kita malah jadi ngos-ngosan saking tebalnya reed ataupun saking mangapnya cucuk mouthpiece (tip opening).

Ya, reed ukuran tebal ketemu dengan MP model tip opening mangap, akan membuat MP itu sulit ditiup. Dan sebaliknya, kombinasi antara reed tipis dengan MP berbukaan sempit, akan bikin MP terlalu enteng ditiup. Keduanya kurang ideal. Yang asyik itu kalau kita bisa mengatur kombinasi MP dan reed sehingga diperoleh MP yang enak ditiupnya. Enak, artinya ya enak, tidak terlalu berat ditiup ataupun terlalu ringan. MP ukuran medium dengan reed medium biasanya sudah cukup memuaskan.

Umumnya ukuran MP ada 3 macam yaitu MP dengan bukaan (tip opening) sempit, sedang dan lebar alias mangap. Selain tip opening itu ada lagi ukuran MP yaitu MP berparuh panjang atau pendek (facing length). Ada lagi ukuran besar kecilnya rongga dalam atau chamber. Chamber bisa sempit, agak longgar dan longgar. Sayangnya belum ada angka standar ukuran untuk berbagai merek mouthpiece yang beredar di pasaran.

Untuk reed, ukurannya bisa tipis, sedang dan tebal. Dimulai dengan kode angka 1 untuk reed tipis, hingga angka 4 atau 5 untuk yang tebal. Nomer reed 2 atau 2,5 adalah ukuran menengah.

Bahan dasar MP bisa beraneka, bisa terbuat dari plastik, kayu, ebonit, kristal ataupun metal. Jenis bahan ini tidak berpengaruh terhadap suara. Yang lebih mempengaruhi suara adalah keadaan ruang dalam atau chambernya. Ruang sempit menghasilkan suara lebih cring, lebih bright dan sebaliknya.



Yang paling penting bagi kita dalam memilih kombinasi MP dan reed yang sip adalah dengan mencobanya! Kita coba sampai kita dapatkan yang kita suka. Dan boleh dicatat, MP merek terkenal dan mahal belum tentu lebih enak daripada MP yang berharga murah. Baik yang mahal maupun yang murah keduanya punya resiko sama, yaitu kalau jatuh ya..., rusak.

Gitu deh…

Mouthpiece pun bisa bernyanyi

Dengan saxophone, kita bisa melantunkan lagu, tralala en trilili. Tapi pernahkah mencoba bernyanyi dengan menggunakan mouthpiece nya saja? Bener lho, mouthpiece saxophone (tentunya plus reed), itu bisa juga bernada. Tidak hanya satu atau dua nada, bahkan dia bisa menyuarakan nada2 hingga lebih dari 1 oktaf, dari nada sol rendah sampai nada do tinggi. Kok bisa?

Ya bisa dong, karena di antara reed dan mouthpiece saxophone itu terdapat celah yang dapat kita atur "bukaannya" alias lebar sempitnya dengan menggunakan bibir bawah. Ibaratnya selang air, kita bisa pijit2 ujung selang itu guna menghasilkan aliran air yang muncrat ke arah jauh sana atau cukup mengalir ke dekat2 sini saja. Begitu juga mouthpiece, semakin bibir kita ketat "memijit", nada yang dihasilkan akan semakin tinggi, dan sebaliknya, kala pijitan bibir kita kendorkan, suara mouthpiece pun akan merendah.

Dan berlatih bernyanyi dengan mouthpiece ini penting, supaya bibir kita menjadi cukup fleksibel, sehingga bisa sukses menyuarakan nada2 rendah, terutama pada saxophone jenis tenor.


Silahkan melantunkan lagu "balonku ada lima", dengan menggunakan mouthpiece saja. Notasinya sbb: 3 4 5 1 5 3 5 1...., 2 3 4 2 5 4 3...., 1 1 6 6 7 1 5 ...., 3 4 5 4 3 2 1... dst.


Jadi, untuk berhasil mendapatkan nada2 bawah pada saxophone, posisi jepitan bibir kita di mouthpiece juga mesti mengendur, dan sebaliknya untuk nada tinggi jepitan bibir harus makin ketat.

Gitu deh...

Reed alias Buluh

Siapa sangka kalau kata lain dari "reed" yang setiap kali kita emut dan kita tiup bersama mouthpiece itu adalah..., buluh! Dan ini ada cerita menarik mengenai buluh, sebagai pengantar untuk kita nanti masuk ke topik tentang reed.

Kata buluh (Ibrani: qaneh, Inggris: reed) adalah sejenis tanaman yang tumbuh di rawa2. Kadang qaneh diterjemahkan sebagai gelagah, tetapi kadang diterjemahkan pula sebagai bambu. Yang jelas, buluh ini adalah Arundo Donax, yakni tanaman yang tumbuh juga di Palestina dan Mesir dengan tinggi bisa mencapai 3 hingga 4 meter.

Buluh ini dapat dianyam menjadi keranjang yang ringan, misalnya seperti keranjang yang dipakai untuk menyelamatkan si "Musa" kecil, seperti pada riwayat nabi Musa. Bisa juga dipakai sebagai galah, misalnya dalam kisah penyaliban Yesus. Ketika Yesus mengatakan: "Aku haus" di kayu salib, ada tentara yang menyodorkan anggur asam dengan menggunakan sebatang galah. Galah tersebut tak lain ya..., buluh itulah.

Ada lagi cerita, ketika Yesus ditangkap, para prajurit memperlakukan Nya dengan tidak hormat, Mereka meletakkan mahkota duri di kepala Nya dan memberikan sebatang tongkat buluh kepada Nya, dengan maksud menghina. Seorang raja biasanya memegang tongkat kekuasaan yang terbuat dari kayu bertahtakan emas intan berlian. Tetapi Yesus, raja segala raja, dihina dengan hanya memegang tongkat dari buluh. Tidak cuma itu, kepala Yesus yang bermahkota duri pun kadang dipukul dengan menggunakan tongkat buluh yang tadi dipegang Nya, sehingga duri2 makin menancap di kepala. Auww....!

Gitu deh…

Saxophone kini makin asyik aja.

Model saxophone berkembang seiring waktu. Dari mula2 sederhana kini menjadi sempurna. Tombol pengatur nadanya semakin lengkap, konstruksinya semakin kuat dan dimainkannya semakin enak. Ya, kini main saxophone makin asyik aja.

Dan saxophone masa kini modelnya nyaris sama, meskipun mereknya berbeda beda. Perbedaan antara saxophone model lama dengan disain saxophone moderen sangat menyolok antara lain pada bentuk "table key" nya, model yang lama mengarah ke dalam sedangkan pada saxophone moderen table key itu mengarah keluar. Selain itu bentuk "guard" nya juga mengalami perubahan, dari guard berbentuk kawat menjadi bermodel plat.

Rupanya saxophone kini sudah menemukan disain standardnya. Dan yang menjadi acuannya tak lain adalah model saxophone Selmer mark VII (menurut saya). Atau akankah disain saxophone nantinya masih akan berkembang lagi? Entahlah...

Dengan adanya standard model itu, apakah saxophone vintage, saxophone model lama jadi kurang menarik? Menurut saya tidak demikian. Saxophone vintage masih tetap istimewa, terlebih lagi di waktu lalu para produsen saxophone itu membuat saxophone dengan ciri khas masing2. Lain merek, lain model. Jadi ada banyak variasi model.

Gitu deh...

Modal cangkem


Penyanyi dan pengesax itu punya modal yang sama, yaitu..., cangkem. Hanya saja, sang penyanyi pro itu memang punya suara yang bak buluh perindu alias merdu. Lha kita? Boro2 orang akan rindu mendengar suara nyanyi kita, orang malah akan kabur saking acak ablaknya kita punya vokal.

Mother of Pearl

Penampakan luarnya sih biasa saja, tapi bagian dalam kulit tiram mutiara ini wow..., berkilau!

Ya, kulit tiram mutiara atau yang biasa disebut "Mother of Pearl" ini sering dipakai sebagai penghias kenop2 (finger touch) saxophone. Setelah mutiaranya dipanen, daging tiramnya disantap (dibuat masakan tiram saus tiram), cangkangnya dibersihkan, digerinda, dipecah-pecah, dibentuk bulat2 semacam kancing baju, kemudian dipasang pada kenop atau tombol2 saxophone...., jadi deh.

Table key

Saxophone vintage dan saxophone moderen bisa ditengarai dari model "table key" atau juga disebut "pinkie table key" nya. Disebut pinkie table, karena key itu dioperasikan dengan menggunakan jari kelingking (tangan kiri).

Table Key saxophone jaman dulu, dirangkai mengarah “ke dalam”, sedang pada saxophone moderen arahnya “ ke luar”.

Model Jadul

Beginilah tampang saxophone jaman dulu (jadul) atau vintage. Perhatikan model "key guard" yang masih serupa kawat. Meskipun jadul namun tidak berarti kalah dengan saxophone kontemporer generasi masa kini.

Gitu deh…

Kawat Gigi

Ada dialog yang cukup menarik di blognya teman sebagai berikut:.

Ada pertanyaan dari mbak Adinda: “Gini om, saya dulu bermain mellophone n trumpet, nah skrg saya udah pake behel, tp saya brminat sama saxophone.Kira2 ngeganggu gak ya kalo meniup saxophone?”

Jawaban mas Andre si empunya blog: “Wah,...gak papa,...saya dah pakek gi2 palsu,..Mouthpiece itu kan gak harus digigit,.bisa dijepit pakai BIBIR atas dan bawah..,..enjoy aja....”

Itu dialog benar2 menggelikan. Yang satu memperkarakan soal behel alias kawat gigi, yang lain bicara soal gigi palsu.... Jadi kagak nyambung deh…

Tapi ada benernya juga kata mas Andre, bermain saxophone memang tidak perlu pakai gigi. Bahkan seseorang yang giginya sudah ompong semua, masih bisa lho meniup saxophone dengan merdu. Cuma ya itu..., andai mouthpiece itu bisa ngomong, tentu dia akan protes: "Aih, geli ah!" (Soalnya mouthpiece itu tidak hanya ditiup tapi pasti juga di klamut!) He he...

Lha kalau soal gigi yang pakai kawat atau behel, kata yang sudah mempraktekkan sih kagak ngaruh. Masih bisa kok niup saxophone.

Gitu deh…

Kelingking

Di permainan saxophone, kelingking mendapat kehormatan. Ya, dia memperoleh peran lebih banyak ketimbang jari2 yang lain, jempol ataupun telunjuk. Kelingking tangan kiri kita bertugas mengoperasikan tidak hanya satu melainkan empat buah tombol nada yang ada di "pinkie table" yaitu nada G#, C#, B dan Bes. Sementara jari lainnya, telunjuk, jari tengah, jari manis dan jempol masing2 cuma kebagian satu tombol saja.

Jadi jangan dikira kelingking itu barang sepele, cuma buat ngupil. Kagak gitu deh...

Kaku-kaku deh...

Jempol kaku, jari kaku, bibir kaku, mulut kaku, delele...
Bagi saxen pemula..., itu sih biasa.

Gitu deh…

Bocor, ganti kulit

Sisi bagian dalam klep saxophone ini terbuat dari kulit. Saat baru kulit ini masih lembut, tapi setelah 3 tahunan dipakai, klep bisa berubah keriput sehingga tidak lagi dapat menutup lubang nada dengan rapat.

Keadaan klep yang "bocor" ini membuat saxophone menjadi tidak enak, menjadi berat ditiup dan sudah saatnya perlu diservis..., ganti kulit.

Gitu deh…

Memilih Saxophone

Sebagai pemula, untuk memilih saxophone percayakan saja pada yang "kuasa", yang ngerti soal saxophone. Untuk pertama kali beli belum perlu kita milih milih merek, belum perlu kita beli merek terkenal yang pasti mahal itu.

Pilih yang harganya terjangkau, sesuai budget, yang murah, tapi kondisinya prima, artinya kondisi pad serta pernya masih bagus. Dan soal memilih jenis mana yang akan dipakai, ataukah jenis tenor, alto atau sopran, tak perlu bingung karena mereka semua sama saja. Cara mainnya sama, hanya ukurannya dan wilayah nadanya saja yang berbeda. Kalau satu jenis sudah bisa kita mainkan, semuanya nanti bakal bisa juga kita mainkan.

Gitu deh…

Slompret, preeet

Saking banyaknya macam, ada saxophone, trumpet, clarinet, oboe, dsb., maka sebagian kita orangpun bingung. Untuk gampangnya semua alat musik yang ditiup itu disebut slompret, mengacu kepada bunyinya yang prat-pret itu. Gitu aja kok repot.

Semua Key Harus Okay

Kata sang empu, membuat saxophone itu prosesnya kompleks lho, ada ratusan bagian dan tahapan. Ee..., ternyata bikin lebih sulit ketimbang mainin.
'
Bayangkan, untuk satu komponen yang punya julukan khas, seperti "key" misalnya, dapat terdiri dari beberapa bagian, hinge rod, cup arm, lever, spatula dan spring hook. Kesemuanya itu harus diukur, digambar, dibentuk, dipatri, dirakit, dipoles. Semuanya harus dibuat secara benar, tidak boleh salah. Kalau keliru maka musti diulang dari awal lagi. Capek deeeh!

Itu baru untuk sebuah key saja, belum key2 yang lainnya. Ya..., semua key musti en kudu okey.

Untuk tone hole pun perlu proses nan rumit. Diukur, dibentuk, dipatri dst. Itu baru untuk sebuah hole, belum hole2 yang lain. Ya, tidak hanya key yang harus okey tapi untuk sebuah hole pun juga musti en kudu..., hole-ley.

Gitu deh…

Detail Anatomi

Bagian rangka utama saxophone terdiri dari:
1 Neck
2 Body
3 Bow
4 Bell

Semua yang melekat pada neck dinamai:
1. Cork
2. Upper vent hole
3. Nipple
4. Key guide
5. Pillar
6. Stack pillar
7. Saddle
8. Neck guard
9. Socket neck

Yang melekat pada body disebut:
1. Neck screw
2. Lyra holder & screw
3. Lower vent hole
4. Tone hole
5. Socket tone hole
6. Upper thumb rest
7. Lower thumb rest
8. Plate thumb rest
9. Sling
10. Body key guard
11. Clothes guard
12. Pillar
13. Stack pillar
14. Plate pillar
15. Saddle
16. Neddle spring
17. Pivot screw
18. Rod screw
19. Body brace
20. Body brace screw

Yang melekat pada bow disebut:
1. Tone hole
2. Socket tone hole
3. Bow key guard
4. Buffer key guard
5. Pearl key guard
6. Bow guard
7. Bow brace

Yang ada pada bell dinamakan:
1. Tone hole
2. Socket tone hole
3. Bell key guard
4. Buffer key guard
5. Pearl key guard
6. Connecting bell (to body)
7. Bell rim
8. Bell flare
9. Bell engraved



Di samping rangka, ada bagian yang disebut key. Dan key ini terbagi dalam kelompok kelompok key, yaitu:
1 Octave key
2 Pearl key
3 Palm key
4 Table key
5 Side key
6 Spatula key

Bagian bagian yang melekat pada key tersebut dinamai:
1. Finger touch
2. Pearl touch
3. Lever
4. Arm
5. Cup
6. Foot
7. Rod
8. Floating lever
9. Spring post
10. Spring key
11. Roller
12. Adjusting screw
13. Pad
14. Resonator

Key itu berfungsi sebagai pengatur nada, dan nama-nama key tersebut adalah:
1. Lower Bb table key
2. Lower B table key
3. C spatula key
4. C# table key
5. D pearl key
6. D# spatula key
7. E pearl key
8. F pearl key
9. F# pearl key
10. G pearl key
11. G# table key
12. A pearl key
13. Bb pearl key
14. B pearl key
15. C pearl key
16. Side Bb key
17. Side C key
18. Side high E key
19. Side F# key
20. Thrill key
21. High D palm key
22. High D# palm key
23. High F palm key
24. High F# key
25. Front high F key
26. Octave key

Belajar Saxophone, langsung saja

Ada orang bilang kalau kita mau belajar saxophone harus belajar clarinet terlebih dahulu. Kalau kata saya, pengin main saxophone langsung saja belajar main saxophone, tak perlu buang2 waktu dengan belajar clarinet dulu.

Saxophone itu lebih gampang dimainkan ketimbang clarinet. Mengapa? Jalarannya saxophone memiliki mekanisme oktaf yang sederhana, tidak rumit seperti pada clarinet. Beneeerrr. Coba saja!

Baritone Sax

Baritone Saxophone merupakan salah satu jenis saxophone yang bongsor alias berukuran gede. Saking besar dan juga panjang, maka bagian lehernya perlu digelung, ditekuk membentuk serupa gelungan. Tidak hanya leher yang ditekuk tapi juga bagian bawah atau bagian bell nya didongakkan ke atas. Jadinya ya kayak gambar itu deh…

Ukurannya memang besar dan suaranya ngebas, tapi tidak berarti baritone saxophone ini lebih sulit dimainkan daripada jenis saxophone lain yang berukuran lebih mini. Ya, memainkan baritone sax ini gampang saja, semudah kita memainkan saxophone lainnya, tenor, alto maupun soprano.

Kalau postur kita tinggi besar, baritone saxophone ini cocok saja. Tapi kalau badan kita tergolong imut alias kecil ya kagak cocok lah yauw…

Baby Sax

Pernah lihat Dave Koz memainkan saxophone mini, saxophone kecil mungil, berbentuk kayak pipa cangklong dan bernada melengking tinggi? Ya, macam itulah yang orang biasa sebut "BABY SAX".

Sebenarnya baby sax termasuk jenis saxophone sopran yang lurus itu. Namun dengan modelnya yang melengkung, baby sax terlihat lebih gaya, lebih menarik, ah..., pokoknya keren dah!

Suara Saxophone

Ada banyak istilah digunakan untuk menggambarkan bagaimana sebuah saxophone bersuara. Dalam bahasa asing kita mengenal kata2 seperti: bright, light, edgy, thin, clear, warm, focussed ataupun dark, heavy, cold, fat, unfocussed , dll.

Dalam bahasa Indonesia kerap kita mendengar istilah di seputar suara saxophone itu antara lain: ngebas, nyempreng, enteng, berat, sember, dalam, lebar, tajam, menyebar, bergema, kering, mendem, lirih, keras, mantap dll.

Uniknya, kita tidak pernah memperkarakan atau mempertanyakan bagaimana sih difinisi suara ngebas, atau sember, atau kering, mendem, tajam dan sebagainya itu. Ya, tanpa definisipun kita sudah bisa memahami kira2 apa maksudnya. Lebih sederhananya lagi
kita mengenal suara saxophone itu hanya sebagai enak dan tidak enak atau bagus dan tidak bagus saja.

Gitu deh…

Warna warni saxophone

Sudah biasa kita melihat saxophone berwarna putih perak ataupun kuning emas. Tidak hanya itu, bahkan ada juga yang merah, hijau, hitam, putih dsb., pokoknya warna warni deh. Namun aneka warna itu hanyalah lapis luarnya saja. Warna dasarnya pastilah kuning, karena saxophone memang terbuat dari bahan kuningan.

Pelapis aneka rupa itu gunanya untuk melindungi bahan kuningan atau brass itu dari karat, dari oksidasi. Dan tentu juga dimaksudkan agar saxophone jadi terlihat lebih keren.

Tapi mana sih yang lebih baik, warna perak atau emas? Saya bilang semua warna itu baik. Ini sekedar soal selera kok, kita suka warna apa, suka yang mana. Lha kalau menyangkut soal apakah perbedaan warna itu mempengaruhi juga “warna” suara saxophone, saya sih cenderung bilang tidak. Yang berpengaruh terhadap warna suara bukanlah warna atau kelir saxophone itu melainkan piranti tiupnya alias mouthpiece dan reed nya.

Gitu deh…

Industri Saxophone jaman dulu

Ada puluhan industri saxophone yang berdiri sejak pertengahan abad 18, di Eropa dan Amerika, di antaranya:
Adolphe Sax.................. 1846 di Bruxelles
Hawkes & Son................1860 di London
Grass J...................... ….1868 di Lille
Conn CG....................... 1879 di Elkhart
Dolnet....................... ….1880 di Mantes
Kessel Matthias JH........1880 di Tilburg
Couesnon..................... ..1882 di Paris
Henri Selmer................. 1885 di Paris
Buffet Crampon..............1887 di Paris
Buescher..................... ...1888 di Elkhart
Holton Frank.................. 1917 di Elkhorn
Keilwerth.................... …1920 di Graslitz
SML.......................... ….1934 di Paris
Dsb.

Namun beberapa nama di antaranya kini sudah almarhum.

Tahun2 bersejarah

Tahun 1814 sampai dengan tahun 1894.

1814: Adolphe (Antoine Joseph) Sax lahir pada tanggal 06 November, di Dinant, Belgia.
1834: Usia 20 tahun, Adolphe Sax menyempurnakan desain Bass Clarinet.
1842: Umur 28 tahun Adolphe ke Paris.
1842: Tanggal 12 Juni, Hector Berlioz menulis artikel di majalah terbitan Paris “Journal de Debats”, tentang saxophone.
1844: Tanggal 03 Pebruari, Hector B. memimpin konser dengan melibatkan Saxophone.
1845: Adolphe Sax menggantikan alat-alat musik militer, seperti oboe, fagot dan french horn dengan Saxhorn buatannya.
1846: Usia 32 tahun Adolphe menggenggam hak paten untuk Saxophone.
1858: Usia 44 tahun Adolphe Sax menjadi Profesor di sekolah musik Paris.
1866: Hak paten Adolphe berakhir. Perusahaan Millereau mematenkan saxophone Millereau dengan menampilkan sebuah tambahan kunci nada untuk nada F#.
1881: Adolphe Sax memperpanjang hak paten orisinilnya, menambahkan kunci nada Bb dan A untuk nada rendah.
1886: Association Generale Des Ouvriers menambahkan kunci nada untuk trill pada nada C .
1887: Evette and Schaeffer menemukan “bis” key.
1888: Lecomte menemukan single octave key dan roller untuk nada rendah Eb dan C.
1894: Adolphe Sax wafat pada usia 80 tahun……….. Semoga arwahnya diterima disisi Nya.

Sax, bukan saks

Karena kata SAX itu diambil dari nama orang (Adolphe Sax, sang penemu), maka saxophone tetap harus ditulis demikian. bukan kemudian ditulis menjadi saksophone atau malah seksophone dsb.

Gitu deh…

SERBA SERBI SEPUTAR SAXOPHONE


Ini adalah judul dari kelompok entri yang segera bakal diunggah.

DIAJARI GRATIS

Yang mungkin bisa bikin stres justru di mana mendapatkan saxophone. Barangnya susah ditemukan, harganya mahal, gurunya langka, tukang reparasinya tidak kenal, dan segudang susah lainnya. Namun, jangan putus asa. Di Jakarta ada tempat yang khusus mengurusi dan menjadi gudangnya saxophone maupun macam-macam alat musik tiup lainnya. Semua jenis dan semua merek ada, baru maupun bekas. Harganya miring, kondisinya prima, dan dapat dicicil (pakai Kartu Kredit). Hebatnya lagi, Anda akan diajari sampai bisa dengan biaya nol rupiah!

“RUMAH TIUP” yang berlokasi di kawasan Pasar Rebo itu memiliki misi memasyarakatkan saxophone. Targetnya, mencetak 10.000 penggemar dan pemain saxophone baru dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Pada gilirannya nanti akan membentuk klub penggemar dan pemain saxophone, wadah para anggota untuk belajar dan bertukar pengalaman.

Gitu deh…

DITIUP, JANGAN DIEMUT

Kalau saxophone sudah di tangan, pelajaran pertama adalah meniup mouthpiece. Tut-tuuuttt ..., begitu kira-kira cara meniupnya. Agar bisa bunyi, mouthpiece harus ditiup, jangan cuma diemut. Posisinya juga jangan sampai terbalik, sebab bibir akan terasa geli. Yang lihat pun ikut-ikutan geli.

Selamat bersaxophone!

PANTOMIM RIA


Saking mudahnya, kita bisa berpantomim dulu dengan membayangkan memegang saxophone kalau sudah kebelet main tapi belum punya. Lalu lantunkan lagu Song Bird atau Havana.

TEKAN LEPAS TEKAN LEPAS

Setelah semua jari ada di tempatnya, mulailah tekan tombol key. Tekan satu-satu mulai telunjuk kiri, berikutnya jari tengah, dan jari manis. Lanjutkan dengan tangan kanan, dari telunjuk dan berakhir di kelingking. Sekarang lepaskan tekanan satu per satu mulai dari bawah ke atas, bolak-balik. Tekan, lepas, tekan, lepas, dan seterusnya. Tuh, ... sudah bisa 'kan?

PEGANG TAK GENTAR

Tak perlu gemetar ataupun gentar memeluk saxophone. Pegang saja bodinya, tangan kiri di sebelah atas, tangan kanan di sebelah bawah. Kedua jempol dikandangkan saja di thumbrest, sedangkan jari lainnya di atas tombol yang sudah disiapkan.

MODAL NIRU

Karena hanya bermodalkan do-re-mi, maka dari mendengar lagu di teve saja kita sudah dapat menirukannya dengan persis plek. Dengan meniru saja sudah bisa, apalagi kalau paham not angka. Mahir dahl Makanya, bagi yang buta not balok tak perlu minder. Itu bukan halangan buat meniup saxophone dengan benar.

GANTINYA VOKAL


Saxophone dapat pula menjadi penutup bagi mereka yang memiliki suara - maaf - tidak meng-"Indonesian Idol" atau meng-"AFI". Dengan saxophone kita dapat bernyanyi dengan penuh gaya tanpa dituntut untuk keluar suara. Mau gaya ngebor, ngecor, ataupun nyosor, terserah saja.

LEKAT DITANGAN

Tidak seperti yang terlihat, ternyata nyaxophone (main saxophone) cukup mudah. Beda dengan alatnya yang njlimet dan penuh tombol. Benda ini kalau sudah dipegang seolah-olah lekat di tangan, sangat melekat. Kalau sudah begitu, saxophone pun nurut saja. Mau ditiup lirih dia lirih dihembus keras dia lepas suaranya. Tidak ditiup, ya diam saja.

SATU LUBANG SATU TUTUP

Akhirnya, Adolphe Sax dari Belgia mengatasi kebuntuan itu dengan membuat sistem satu lubang satu tutup. Alat itu dipatenkan dan diproduksi massal tahun 1846. Namanya pun di ambil dari namanya sendiri yaitu sax-o-phone.

LUBANG GEDE

Sampai suatu saat ketika suling salin rupa menjadi flute. Seseorang telah membuat lubang berjumlah banyak dan berjejer. Lubang itu besar, sampai besarnya jari tidak dapat menutupinya sehingga perlu tutup khusus. Nah, ujung jari tinggal menekan tutup ini sehingga lubang pun tertutup. Dibuat pula sistem rangkaian yang memungkinkan dua atau tiga tutup bisa menutup dengan hanya menekan satu tutup. Sebuah awal yang bagus, meski belum ada yang mencoba membesarkan alat musik tiup.

DILENGKUNG BAGAI BUSUR

Karena berkutat hanya pada lubang yang sempit, problem bagaimana membuat lubang yang besar tidak terpikirkan. Paling-paling kalau ingin membuat alat yang agak besar, alat itu kemudian dilengkungkan seperti busur sehingga tetap dapat diraih oleh tangan. Mau yang lebih besar lagi, sudah tidak berdaya, sudah apa daya tangan tak sampai.

Ada sih sedikit kemajuan, dengan ditambahkannya lubang serta tangkai-tangkai untuk membuka dan menutup lubang yang berada di luar jangkauan jari. Satu tangkai disiapkan untuk satu lubang tambahan itu. Jempol dan kelingking dilibatkan untuk menanganinya. Nada yang dihasilkan memang bertambah banyak, namun lubang sempit itu masih saja tidak terpikirkan untuk dibesarkan.

LUBANG KECIL PAS JARI

Untuk sampai ke mouthpiece dan reed yang bermacam-macam itu perlu ratusan tahun. Sebelum ada saxophone, alat musik tiup menghadapi kendala amat berat, yaitu bagaimana membuat alat musik tiup yang mampu bersuara rendah dan mudah dimainkan. Memang, untuk memainkan nada rendah diperlukan sebuah alat yang besar dan panjang. Nah, persoalannya, jempol dan jari yang akan mengoperasikan alat itu langsing, pendek, dan tidak bisa melar seenaknya. Jadi, Jaka Sembung makan kedondong, enggak nyambung dong!

Ambil contoh suling bambu yang sering dipakai mengiringi Inul Daratista saat ngebor itu. Bambu sekerat yang diberi enam lubang itu bisa memainkan nada do-re-mi karena lubang kecilnya itu ditutup dan dibuka menggunakan jari. Karena letaknya berdekatan, jari-jari kita pun dengan lincah menari-nari sambil menghasilkan tangga nada.
Sayangnya, karena keterbatasan bentuk dan lubang, setiap ganti nada dasar, suling juga harus diganti. Jadilah kita mengenal suling yang besar, agak besar, pendek, dll. Tak hanya suling, tapi juga clarinet, oboe, basoon, dll., merupakan alat musik zaman baheula yang masih berorientasi pada lubang yang sekedarnya. Sekedar ada lubang yang pas dengan jari.

BESAR, AMPUN DEH

Besar kecil mouthpiece mengikuti ukuran saxophone. Jika kecil, kita masih bisa meniupnya di sudut bibir sehingga masih dapat bersaxophone sambil nyengir. Kalau saxophone nya gede, mouthpiecenya bisa segemuk pisang ambon. Ampun dehl

SUMBER BUNYI

Seperti mimi dan mintuno, begitulah mouthpiece dan reed. Saxophone berbunyi hanya jika mouthpiece ditiup. Mouthpiece ini ceper, mirip paruh bebek cerewet, Donal. Bahannya bisa kayu, metal, atau ebonit. Sedang reed terbuat dari bahan rotan yang diiris tipis, ditempelkan di sisi bawah mouthpiece dan diikat kencang dengan ligature.

ANATOMI

Anatomi saxophone dapat disebut mulai dari atas: mouthpiece yang diemut sewaktu memainkannya, neck tempat memasang mouthpiece, main body tempat lubang-lubang tadi berada, bow yang berbentuk mirip huruf "U", dan bell yang mirip tabung dengan ujung kayak corong. Pada main body sebelum bow ada kait terbuat dari metal atau plastik tempat ngasonya jempol sehingga diberi nama thumbrest. Beberapa senti di atas thumbrest ada strap ring, tempat cantelan strap neck.

BODI BOPENG

Di sekujur tubuhnya banyak "bopeng". Lho, tidak seksi lagi dong? Ya, mau apalagi, sebab tanpa "bopeng-bopeng" itu saxophone tidak bisa bunyi. "Bopeng" yang berupa lubang menganga itu dipasangi tutup yang bisa dibuka-tutup. Tutup-tutup lubang itu ada yang dirangkai sehingga dapat menutup bersamaan.

MIRIP CANGKLONG

Sebelum kebingungan dengan istilah di seputar saxophone, ada baiknya kita telanjangi dulu "bodi" saxophone yang seksi itu. Bentuknya mengerucut mirip belalai gajah. Ukurannya mulai dari 1,5 m sampai lebih dari 5 m. Berhubung besar dan panjang, supaya enak dipakai dan tidak kedodoran, maka perlu diringkas. Bagian ujung dan pangkalnya ditekuk sehingga hasilnya mirip cangklong, pipa untuk merokok.

S.A.T.B.

Dari 14 macam itu, yang sering santer disebut adalah saxophone sopran, alto, dan tenor. Yang sopran bentuknya lurus seperti yang dipakai Kenny G. Sedangkan golongan alto bentuknya sedikit melengkung seperti huruf "J". Jenis ini biasa ditiup oleh Dave Koz. Di atas alto ada saxophone tenor, dan biasa disebut saxophone jazz. Yang lebih besar lagi, saxophone bariton. Saking berat dan besarnya, bagian bow atau bell-nya jadi sering rusak.

BERBAGAI TIPE

Berbeda dengan tuts piano yang dapat menjangkau banyak nada, mulai dari do paling rendah hingga do paling tinggi alias beroktaf-oktaf, saxophone hanya mampu menjelajah beberapa oktaf. Makanya, ia pun dibuat dalam berbagai ukuran demi menghasilkan nada selengkap piano. Jadilah saxophone ukuran S, M, L, XL, double X, dan bahkan triple X. Pokoknya, mirip ukuran baju. Namun, pembagiannya bukan seperti itu, lebih merujuk ke jenis suara.

Wilayah nada tinggi diwakili saxophone mini, sedangkan untuk nada rendah menjadi urusan saxophone berukuran panjang dan besar. Total semua macam saxophone ada 14. Semuanya - kalau mau - dapat dimainkan bersama, ada yang kebagian suara sopran, alto, tenor, bariton, bas, maupun kontra bas.

JAZZ OKE DANGDUT OKE

Dalam perkembangannya, saxophone kemudian menjadi alat musik utama pada musik jazz. Tokoh-tokoh yang berkecimpung di situ bisa disebut misalnya John Coltrane, Charlie Parker, dan Steve Lacey. Sekarang alat musik tiup ini sudah menjadi bagian dari hampir setiap musik, mulai dari pop sampai dangdut.

BISA LIRIH BISA TERIAK

Aslinya, suara saxophone itu halus dan lembut, sesuai dengan orkestra zaman itu. Namun, berhubung dalam perkembangannya dipakai sebagai pengiring musik dansa yang ingar bingar, mau tak mau saxophone harus ikut berteriak juga agar bisa didengar. Untuk itu lalu dilakukan modifikasi dengan membuat mouthpiece, sumber bunyi pada saxophone, menjadi lebih ramping dan lancip. Hasilnya, suaranya menjadi lebih keras, lebih wah tidak sekedar weh.

PALING GAMPANG

Cara memainkan alat ini sederhana saja, modalnya juga cuma do-re-mi. Makanya, dapat dikatakan saxophone lebih mudah dipelajari dan dimainkan dibandingkan dengan alat musik tiup lainnya macam flute, oboe, clarinet, atau fagot.

BAHAN KUNINGAN

Meski termasuk keluarga alat musik tiup kayu, tapi jarang dijumpai saxophone yang terbuat dari kayu. Saxophone dibuat dari kuningan mengingat sifatnya yang mudah dibentuk. Ada banyak macam saxophone, ada yang lurus seperti yang ditiup Kenny G., ada pula yang melengkung kayak yang dimainkan Dave Koz atau almarhum Embong Rahardjo.

BERMAIN SAXOPHONE TIDAK SULIT

Melihat sosoknya, sepertinya susah untuk dimainkan. Berat dan rumit, serta butuh napas yang panjang. Tapi kesan pertama sering menipu. Bermain saxophone ternyata mudah dan bisa dilakukan sambil cengar-cengir.

Rabu, 21 Oktober 2009

KULIT BUKU, YUK MAIN SAXOPHONE


Beginilah nanti kira2 kulit buku "YUK MAIN SAXOPHONE" yang lagi simbah garap.

Selasa, 20 Oktober 2009

Bangku Sekolah


Sudah pasti bangku sekolah ini sejadul diriku. Lihat saja ada sabak di atasnya. Ya, sabak dan grip itu termasuk piranti sekolah di masa lalu, sekitar 40 tahun lalu.

Wis jan...

Tugu Jogja, kini tak lagi golong gilig


Tugu Jogja merupakan landmark Kota Jogjakarta yang paling terkenal. Monumen ini berada tepat di tengah perempatan Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Jenderal Soedirman, Jalan A.M Sangaji dan Jalan Diponegoro. Tugu Jogja yang berusia hampir 3 abad memiliki makna yang dalam sekaligus menyimpan beberapa rekaman sejarah kota Jogjakarta.

Tugu Jogja kira-kira didirikan setahun setelah Kraton berdiri. Pada saat awal berdirinya, bangunan ini secara tegas menggambarkan Manunggaling Kawula Gusti, semangat persatuan rakyat dan penguasa untuk melawan penjajahan. Semangat persatuan atau yang disebut golong gilig itu tergambar jelas pada bangunan tugu, tiangnya berbentuk gilig (silinder) dan puncaknya berbentuk golong (bulat), sehingga disebut Tugu Golong-Gilig. Secara rinci, bangunan Tugu Jogja saat awal dibangun berbentuk tiang silinder yang mengerucut ke atas. Bagian dasarnya berupa pagar yang melingkar sementara bagian puncaknya berbentuk bulat. Ketinggian bangunan tugu pada awalnya mencapai 25 meter.

Semuanya berubah pada tanggal 10 Juni 1867. Gempa yang mengguncang Jogjakarta saat itu membuat bangunan tugu runtuh. Bisa dikatakan, saat tugu runtuh ini merupakan keadaan transisi, sebelum makna persatuan benar-benar tak tercermin lagi pada bangunan tugu.

Keadaan benar-benar berubah pada tahun 1889, saat pemerintah Belanda merenovasi bangunan tugu. Tugu dibuat dengan bentuk persegi dengan tiap sisi dihiasi semacam prasasti yang menunjukkan siapa saja yang terlibat dalam renovasi itu. Bagian puncak tugu tak lagi bulat, tetapi berbentuk kerucut yang runcing. Ketinggian bangunan juga menjadi lebih rendah, hanya setinggi 15 meter atau 10 meter lebih rendah dari bangunan semula. Sejak saat itu, tugu ini disebut juga sebagai De Witt Paal atau Tugu Pal Putih.

Perombakan bangunan itu sebenarnya merupakan taktik Belanda untuk mengikis persatuan antara rakyat dan raja. Namun, melihat perjuangan rakyat dan raja di Jogjakarta yang berlangsung sesudahnya, bisa diketahui bahwa upaya itu tidak berhasil.

Gitu deh…

Sumber: Yogyess.com

"USDEK" MODEL PERJAMUAN TEMANTEN JAWA JADUL

Masa kecil, di Jogja, paling senang kalau saya diajak Bapak Ibu menghadiri undangan pernikahan, soalnya…, ditanggung kenyang deh. Tidak hanya kenyang tapi kita merasa benar2 dimanjakan. Bagaimana tidak, kita sebagai tamu cukup hadir tepat waktu, duduk manis, dan aneka suguhanpun datang sendiri ke haribaan. Aneka hidangan itu mengalir otomatis, selesai suguhan yang ini, muncul lagi makanan yang itu….

Begitulah cara jadul yang biasa dilakukan dalam jamuan resepsi mantenan di Jogja. Orang menyebut sistim jamuan itu dengan istilah USDEK, singkatan dari Unjukan alias minuman sebagai hidangan pembuka, lalu Sop, kemudian Daharan atau makan besar, dan Es puding sebagai hidangan penutup, setelah itu ya silahkan Kondur atau pulang karena acara sudah selesai.

Sambil menikmati hidangan itu kita dihibur dengan tari-tarian atau ular-ular (nasehat) perkawinan. Dengan keluarnya es puding ini berarti isyarat bahwa para tamu dipersilahkan kondur (pulang). Temanten berdua didampingi kedua orang tuanya akan menuju ke pintu keluar untuk menerima ucapan selamat dari para undangan.

Kalau sekarang sih sistim USDEK sudah tidak lagi dipakai dalam acara resepsi perkawinan, tapi sudah digantikan oleh sistim prasmanan. Padahal USDEK…, asyik banget lho…

Gitu deh…

Vulpen, yang kini tersia..


.Apapun sebutannya, entah vulpen ataupun pulpen, alat tulis atau pena bertinta isi ulang itu kini tak lagi banyak dipakai orang. Benda itu sudah ketinggalan jaman, tersisih oleh alat tulis lain yang lebih praktis, oleh keyboard komputer, oleh kenop2 handphone dsb. Ya, begitulah nasib si vulpen. Dulu berjaya, kini tersia….

Padahal dulu sebelum perang dunia pertama, vulpen itu sangat populer. Hampir setiap kantong baju mengantongi benda ini. Beberapa merek pulpen atau vulpen yang terkenal waktu itu di antaranya adalah merek Parker, Sheaffer's, Waterman dsb.

Sekarang, kita sendiri sudah jarang menulis tangan. Tulisan tangan paling pol cuma untuk keperluan…, tanda tangan. Tanda tangan itupun kita buat pakai ballpoint bukan pakai vulpen.

Jadi, apa perlu vulpen2 itu kita koleksi sebagai kenang2 an atas peran dan kejayaannya di masa lalu.

Piye Jal?

WALJINAH…, Putri Sala


Salah seorang penyanyi keroncong yang sangat populer di Tanah Air dari dulu hingga sekarang adalah Waljinah. Kita bisa menyimak lagu -lagu hit nya : “ Jamune”, “Enthit”, “Yen Ing Tawang Ana Lintang”, “Stambul Dua Baju Biru”. Kalau dihitung, hingga saat ini Waljinah telah menyanyikan atau telah rekaman lebih dari 1600 judul lagu. Wow…

Awal Karier:
Waljinah yang lahir pada tahun 1943 itu sejak kelas 6 SD sudah mulai mengembangkan bakat menyanyi Keroncong. Beberapa ajang lomba diikutinya, diantaranya:

Tahun 1958 mengikuti Kontes Ratu Kembang Kacang yang diselenggarakan oleh RRI dan Perfini. Dalam kontes tersebut dia meraih gelar Ratu Kembang Kacang dan dari kemenangannya itu dia mulai memasuki dapur rekaman.

Tahun 1959 mengikuti Pemilihan Bintang Radio tingkat Eks Karesidenan Surakarta.

Tahun 1965 menjadi juara 1 lomba Bintang Radio Tingkat Nasional untuk Kategori Keroncong dan menerima piala langsung dari Presiden Sukarno.

Pada Tahun 1968, Waljinah kembali memasuki dapur rekaman dengan menyanyikan lagu “Walang Kekek’’ yang meledak…

Album Seleksi EMAS Keroncong WALDJINAH antara lain: Bowo Dandang Gulo, Mawar Biru, Ngimpi, Mas Joko, Langgam Blitar, Keno Godo, Pohon Beringin, Langgam Brambang Bawang, Beboyo Margo, Gemes, Kecik-kecik, Ande-Ande Lumut, Resepsi, Tresnaku-Tresnamu, Nyungging Ati.

Terakhir, berkolaborasi dengan penyanyi Pop Indonesia Alm. Chrisye, Waljinah menyanyikan lagu berjudul “Semusim”.

Gitu deh…

ANTIMO

Tidak dulu tidak sekarang, perkara mabuk darat, laut dan udara, itu sudah biasa. Dan mabuk jenis ini tidak mengenal kasta. Mau orang ndeso kek, atau orang gedongan kek, kalau wayahnya mabuk, ya mabuk aja. Tapi untungnya ada obat penangkal mabuk yang kita kenal sejak dulu yaitu Antimo.

Ya…, Antimo. Begitu mengemukanya merek itu sehingga saya sampai tidak tahu apakah ada obat anti mabuk yang lain selain merek itu. Ini menarik perhatian saya, sehingga saya ingin tahu lebih jauh siapakah sesungguhnya gerangan si antimo itu. Ini bukan promosi, tapi sungguh2 karena didorong oleh rasa penasaran., e.., kok ya ada produk yang benar2 kuat dan berhasil menanamkan brand image nya ke kepala kita2.

Dan kesimpulannya, Antimo bisa tetap berjaya di ceruk pasar sejak pertama kali diluncurkan sampai sekarang karena menjadi pemenuhan kebutuhan dari masyarakat yang menginginkan perjalanan dengan nyaman tanpa gangguan mual atau muntah. Antimo memiliki produk yang berkualitas dan manjur, harga terjangkau, mudah diperoleh di berbagai tempat, dan berhasil merebut hati konsumen Indonesia dengan jingle iklan khas Antimo sehingga brand awareness Antimo menjadi sangat kuat.

Masih ingat dengan jingle lagu ini:
Antimo obat antimabuk. Mabuk darat laut dan udara. Minumlah sebelum bepergian. Antimo menggembirakan perjalanan Anda…

Gitu deh…

Senin, 12 Oktober 2009

Panggil aku..., Sotiniwati


Sekarang, nama Tini, Tono atau Wenas bukan lagi milik orang Jawa atau Manado, tetapi juga milik WNI keturunan Tionghoa. Lho kok begitu? Gimana ceritanya?

Ya, kisah tentang nama2 baru bagi WNI keturunan Tionghoa itu bermula dari adanya keputusan pemerintah No. 127/U/Kep/12/1966. Peraturan tersebut mengenai penggantian nama Tionghoa yang terdiri dari tiga suku terpisah menjadi nama bercirikan Indonesia, untuk tujuan percepatan proses asimilasi kala itu.

Peraturan itu ditaati hampir oleh semua WNI keturunan Tionghoa, tetapi ada juga sih yang tetap mempertahankan nama Tionghoanya, misalnya Kwik Kian Gie. Peraturan tersebut memang tidak memuat sanksi apabila seorang WNI keturunan Tionghoa tidak mentaati. Jadi suka2 aja…

Dalam mencari nama baru atau nama Indonesia itu setiap orang tentu mempunyai alasan pribadi yang meskipun tidak penting bagi orang lain tapi ternyata menarik juga lho untuk diketahui.

Dari sebuah riset ala kadarnya yang dilakukan oleh seseorang (maaf lupa nama), terhadap sejumlah data, atau tepatnya terhadap 810 pasang nama Tionghoa (NT) dan nama Indonesia (NI), yang diambil dari berita duka di salah sebuah harian Ibukota dapat diketahui hal2 sbb:.

Masih cukup banyak orang Tionghoa yang mencantumkan NT nya, terutama mereka yang berusia 50 tahun ke atas (baik yang almarhum maupun kerabatnya). Tapi pada tingkat cucu dan cicit, tidak ada lagi NT itu tercantum.

NI yang dipilih dapat dibedakan atas tujuh kelompok berikut:
1. Nama keluarga dipertahankan sebagaimana adanya. Ada nama keluarga yang dicantumkan di muka, ada yang di belakang, seperti Ng Soesilo Gunawan (Ng Sien Fa), Suherman Thio (Thio Soe Tong), Ng Hadi Santoso Soesilo, Ng Hendra Soesilo, Ng Yulie Indrawati, Ng Vinna Indrawati. Terdapat juga usaha mempertahankan suku lain dengan penyesuaian grafis, seperti Tan Samsudin Anwar (Tan Seng An), Arifin Tjhai (Tjhai Kim Phin) dsb.

2. Nama keluarga dipertahankan sebagaimana adanya, menjadi suku pertama yang digabung dengan suku lain. seperti: Loekito (Loe), Gondo (Go), Tanamal(Tan), Tjokro (Tjo), Soeganda (Soe), Narmawan (Na), Hadisurya (Ha), Sofian (So), Pangestu (Pang), Sungkono (Sung), Gandamiharja (Gan), Lokasari,(Lo), Yapina (Yap), Chendana (Chen), Limawan (Lim), Angwar (Ang), Oenkiriwang (Oen), Lauwidjaja, Lauwita (Lauw).

3. Nama keluarga dipertahankan secara fonetis sebagai suku pertama dalam NI dengan penyesuaian grafis dan digabung dengan suku lain. Contoh untuk kategori ini: Widjaja, Winata, Widagdo, Wiharto, Widianingsih, Widodo, Wikarta, Widjoseno, Wibowo, Wiharja (Oey), Wibawa (Whie), Hidayat (Hie), Kusnadi, Kurnia, Kusiana (Khoe), Teja, Tejamulia (The), Chandra, Tjandra (Chen, Tjan), Kosasih (Kho), Djohan (Jo), Anggraeni (Ang), Tanti (Tan) Tamin (Tham), Leman (Lie).

Pada kelompok ini tampak bahwa suku kata wi cukup produktif dalam pembentukan NI yang lazim. Ada beberapa nama yang terasa berbeda dengan NI pada umumnya, misalnya Lohananta, Lohanda (Loa), Mercu Buwono (Tjung), Tamira (Tham), Lisan, Libriyani (Lie); Tandri, Tanu, Tandra (Tan).

4. Nama keluarga dipertahankan pada suku kedua atau ketiga NI dengan penyesuaian grafis. Contoh untuk kategori ini adalah Susilo, Pranolo (Lo), Halim, Salim (Lim, Liem), Muliana, Rusli, Muslina, Ali, Mulia, Darmali (Lee, Lie), Hartanti, Hartanto, Sutanto, Intan, Kristanto (Tan), Prasetio, Susantio (Thio), Sugimin (Gim), Sukowidono (Wie), Otong (Ong), Supandi (Phan), Wigono (Go), Nawangwulan (Wang), Suyapto (Yap), Supangat (Pang), Sulim (Lim), Aly, Taruli (Lie).

5. Dua suku NT dipertahankan pada NI dengan penyesuaian grafis. Salah satu suku dapat merupakan nama keluarga, seperti Sotiniwati (Lie So Tin), Suwandi Kosim (Kho Chuan Suan), Asnawi Halim (Lim Thian Wie), Setyo Setiawan (Thio She Wen), Meilina Hardjali (Lie Mei Ling), Firmansyah Aluwi (Liauw Yuk Tjong), Pikman Wibisono (Oei Wie Pik), Tanin Djuhari (Tan Tek Djoe).

6. Salah satu NT (bukan nama keluarga) dipertahankan . Ada nama yang memang sesuai dengan ejaan NI seperti Sukidjan (Tjo Tiang Djan), Landriyati (Tjo Giok Lan), Iping Jaya (Kang Siu Ping). Ada nama yang ditulis dengan penyesuaian grafis, misalnya Wirya Sentoso (Gim Wei I), Suhita Tandra (Tjhin Men Sui), Leonard Sailan (Lim Tjing Say).

7. NT tidak terlihat lagi dalam NI. Nama yang dipilih pada umumnya NI yang lazim, yang diambil dari kitab suci atau nama yang berciri Barat. Contohnya: Hendrik Irawan (Lay Foek Nam), Suryadi Sunarso (Tjoa Bun Seng), Diany Agustin (Tjoa Kiok Nio), Asam Basrie (Hiu Nen Kiong), Dwiratna Suhardjo (Oen Tjuk Yoen), Harum Budiningsih (Oey Kwie Hiang), Yohanes Hidayat (Lie King Heng), Fransisca (Pang Siang Nio), Thomas Budiman (Chuang Sin Fat), Henoch Setiawan (Lauw Tjoei Hin), Claudia Christina (Tan Moei Tjin ), Brian Herabadi (The Eng Goan), Hendrik Irawan (Lay Foek nam), Jenny Andelma (Thian Khai Shien).

Ada juga sih, beberapa nama yang dirasakan kurang lazim, seperti Budi Sawahanto (Thian Jie Jim), Thomas Nagazaki (Liong Tjoen Hian), Freddy Baguna (Ong Boen Hong), Petrus Otto Toindo (Ang Sioe Leng). Sebaliknya, ditemukan nama keluarga terkenal, seperti Melani Iskandar Dinata (Tan Beng Giok), G. Th. Mangundap (Thio Giok Tjioe), George Wenas (Jan Khik Kay). Memang terbuka kemungkinan bahwa sebuah keluarga Indonesia memberikan nama keluarganya untuk orang keturunan Tionghoa.

Ada hal yang menarik yakni penambahan nama wati (yang dianggap sebagai ciri keindonesiaan) dilakukan tanpa memperhatikan keserasian, seperti pada Hildawati, Pingkowati, Sotiniwati, Mariawati, Luciawati, Ellywati.

Weh…, ternyata bikin nama untuk diri sendiri tidak gampang ya. Biasanya kita cuma dikasih sama ortu sih, begitu lahir jebret…, lalu dinamain. Kita cukup pasrah saja meski nama kita itu Helly atau Pleki, misalnya.

Gitu deh…

Biola Jadul…


Oye rupa, oke suara. Tak heran jika jagad menyukainya. Dan seperti layaknya selebriti, perjalanan hidupnya dipenuhi kabar-kabari, kabar skandal, sas-sus dsb. Siapakah gerangan dia? Ya…, itulah dia si Biola Jadul.

Proporsinya pas, barangkali itu yang membuatnya terlihat jelita. Siluetnya persis gambaran sosok ideal wanita, ramping di pinggang, enak dipandang. Make up berupa plitur warna jingga kecoklatan. Puncak kepala berhias ukiran serupa sanggul, komplit dengan empat buah konde di kiri dan kanan. Belum lagi suaranya, wow merdunya…, jangan ditanya!

Dan sudah pasti, untuk merancang dan membuatnya menjadi seperti itu dibutuhkan bukan hanya ketrampilan selevel tukang kayu biasa, tapi perlu tukang yang paham soal matematik, arsitektur, ilmu akustik, ilmu kimia, ilmu musik serta berdaya kreasi tinggi.

Seorang luthier atau pembuat alat musik lute, gitar dan sejenisnya berasal dari Cremona Itali telah berhasil menciptakan alat itu jauh berabad lalu, yaitu abad ke 15. Alat musik gesek berdawai empat karya cipta Andrea Amati itu kini kita kenal dengan sebutan biola atau violin.

Beruntung, keahliannya membuat biola itu tidak dimonopolinya sendiri tetapi diwariskan turun temurun kepada putra, sanak kadang, handai taulan serta para murid. Diwariskan lewat generasi ke generasi, lewat abad ke abad. Dan di antara para murid terdapat nama Guarneri abad 16 serta Stradivari di abad ke 17.

ISTIMEWA
Yang sungguh istimewa dari biola itu adalah bahwa dia berhasil dirancang untuk segala usia. Hampir semua umur akan bisa memainkannya. Ya…, biola itu bisa dibuat diberbagai ukuran sesuai dengan jangkauan lengan dan jemari tangan masing-masing kita. Ada ukuran anak-anak hingga ukuran dewasa. Dimulai dari biola berukuran dewasa atau 4/4, kemudian ukuran 3/4, 1/2, 1/4, 1/8, 1/10, 1/16, dan yang mini 1/32. Biola 4/4 memiliki panjang bodi sekitar 35 cm. Biola 3/4 sekitar 33 cm dan ukuran 1/2 sekitar 30 cm. Kita perlu catat bahwa biola 3/4 bukan berarti ¼ kurang dari ukuran dewasa atau ukuran penuh.

AWAS ADA MAFIA
Seiring jaman alat musik biola itupun berangkat populer. Metode pengajarannya berkembang. Para violis, para pemain biola handal seperti Vanessa Mae dan Idris Sardi
bermunculan, disamping ada juga pemain yang sekedar amatiran…, kayak saya. Banyaknya penggemar, anak2, dewasa, pria maupun wanita, telah membuat pasar biola menjadi riuh semarak. Di keramaian pasar itu terlibat kelompok para pedagang yang berhadapan dengan kelompok calon konsumen. Terlibat kelompok para pakar yang berhadapan dengan kelompok bakal. Dan seperti biasa, di bisnis semok dan legit semacam itu ada pula mafia pencari mangsa, ada orang2 yang tega mengakali dan menipu para calon pembeli. Tak tanggung-tanggung mereka terdiri dari oknum yang seharusnya paling dapat dipercaya, yakni para dealer, para apraisal serta balai lelang. Modusnya, biola kelas kambing di tempeli label nama besar, biola ecek-ecek diberi label dan diaku sebagai karya maestro. Gilanya, diterbitkan pula sertifikat jaminan keaslian dan kemudian biola itu…, dilelang!

Skandal pemalsuan merek seperti itu banyak terjadi di masa lalu. Nama Stradivarius yang paling sering dipalsukan. Namun bukan hanya dia saja, AMATI, GUARNERI, dan STAINER, juga CAPPA, DALLA COSTA, KLOZ (KLOTZ), DUKE, BANKS, GAGLIANO, GUADAGNINI, RUGGIERI, TONONI, VUILLAUME, MONTAGNANA dll. juga sering dicatut namanya.

Saking banyaknya kasus pemalsuan merek, dibuatlah kemudian kode etik pelekatan label pada tahun 1958. Inti aturan, berdagang biola itu musti jujur. Biola hasil jiplakan atau foto copy an musti dibilang biola copy. Biola orasinil (tidak asli) tidak boleh dibilang sebagai biola orisinil.

BISA APES DONG
Meskipun tipa-tipu pemalsuan label itu peristiwa jadul, jaman dulu, namun hingga kini dampaknya masih terasa. Hari berganti, biola-biola berlabel palsu yang dulu dipersoalkan itu sekarang otomatis menjelma menjadi biola-biola tua. Mereka dapat ditemukan di mana-mana, tersebar di seluruh penjuru dunia. Mereka menjadi biola dengan dosa asal, yaitu biola tua berlabel aspal (asli tapi palsu).

Dan bukan tidak mungkin kitapun telah menjadi salah satu korban. Tiwas kita merasa bangga punya biola tua bermerek, tiwas kita beli mahal, tiwas kita merasa dapat rejeki nomplok, merasa mendapat benda istimewa berharga sejuta dolar, ee…, tak tahunya itu cuma biola bodong, biola bermerek bo’ong. Wah, apes dong…

Jadi, apabila kita memiliki biola jadul itu, kita perlu ambil sikap realistis. Merek palsu pasti lebih banyak ketimbang aslinya. Kemungkinan kita mendapatkan yang palsu lebih besar daripada memperoleh barang asli. Dan yang namanya barang merek palsu, pastilah harganya tidak mahal.

Pengertian seperti ini penting agar kita segera berhenti bermimpi, tidak perlu lagi berharap akan mendapat rejeki melimpah dari biola Stradivarius yang kini kita miliki yang kita sangka asli. Ya, apakah punya kita itu biola Stradivari asli…, pasti bukan lah yauw.

Namun di luar itu kita perlu setuju bahwa sosok biola memang sungguh cantik, apik dan artistik. Tak peduli itu biola spesial atau sekedar biola biasa, semua mereka enak dipandang, enak didengar dan enak dimainkan. Wis jan…, biola pancen oye. Jadi jangan bimbang dan ragu, gesek saja biola dan dendangkan lagu gelang sipatu gelang. Tapi jangan lupa…, sarapan!

Lho, kok gak nyambung…..?

NGASEM, pasar burung


Menurut beberapa bukti sejarah, Pasar Ngasem telah ada sejak tahun 1809. Letaknya yang tidak jauh dari Kraton, memang dimaksudkan agar para bangsawan Kraton dapat dengan mudah membeli burung beserta perlengkapannya. Kemudian sekitar tahun 60-an, para pedagang burung dari pasar Beringharjo dipindahkan ke tempat ini, sehingga semenjak itu Pasar Ngasem semakin identik sebagai pasar burung di kota Jogja.

Cangklong


Siapa nyana kegiatan "nyangklong" alias merokok pakai pipa cangklong yang dulu begitu populer baik di Eropa, Amerika, maupun Indonesia, kini nyaris sirna. Ya, nyangklong dan cangklongya atau pipa tembakau rokok kini boleh dibilang sudah menjadi barang jadul, barang jaman dulu.

Padahal bentuk cangklong itu cakep lho, kayak bentuk saxophone. Dan karena saya termasuk penggemar saxophone, dan juga gemar merokok, maka tak salah dong kalau kemudian saya tertarik untuk mengkoleksi cangklong2 itu. Betul, mau ah saya berburu pipa2 tembakau atau cangklong2 itu. Akan saya kumpulkan cangklong sebanyak2 nya. Bisa apa kagak ya. Piye Jal?

Minggu, 11 Oktober 2009

Trahing kusuma, rembesing madu

Papilon:
Trahing kusuma, rembesing madu. Kata ini terdengarnya manis, menggambarkan anak2 keturunan "darah biru".

Padahal "madu" itu dirembeskan kemana mana, tidak hanya ke permaisuri tapi diecret ecret, gitu lho. Begitupun ybs, yang merasa sebagai "keturunan" sudah bangga setengah mati. Hingga tak segan2 menampilkan gelar BRAy, BRM, dsb. yang bermakna: anak selir. Lho, kok bangga?

Papi RH:
Celakanya menjadi anak yang lahir. Dia nggak punya pilihan lahir dari mana atau melalui siapa. Anak hasil cret-cretan sama dengan anak hasil cinta monogam(ous) yang mulia.
Anak-anak selir itu bangga ya bisa tapi malu ya bisa.

Celakanya, dalam konteks perkeratonan keadaan yang "kurang ideal" (malu?) justru dijadikan bahan untuk berbangga dengan gelar BRAy (mungkin birahi lebih tepat ya? ...)

Gitu deh…

Tionghoa Jadul

Papilon :
Pi, ini ada kisah tentang orang Tionghoa di jaman dulu yang ditulis oleh Jawa Pos 26 Januari 2009. Perkara benar tidaknya kisah ini, silahkan Papi mengkoreksinya apabila perlu.

Waktu itu belum ada negara yang disebut Indonesia, atau Malaysia, atau Singapura. Tiga negara itu masih jadi satu kesatuan wilayah ekonomi dan budaya. Kalau ada orang dari Tiongkok yang mau merantau ke wilayah itu, apa istilahnya?

Tentu tidak ada istilah "mau pergi ke Indonesia". Atau "mau pergi ke Malaysia". Mereka menyebutkan dengan satu istilah dalam bahasa Mandarin: xia nan yang. Artinya, kurang lebih, turun ke laut selatan.

Wilayah yang disebut "nan yang" itu bukan satu kesatuan dan bukan pula satu tempat tertentu. Kalau ditanya xia nan yang-nya ke mana? Barulah ditunjuk satu nama tempat yang lebih spesifik. Misalnya, akan ke Ji Gang (maksudnya Palembang). Mereka tidak tahu nama Palembang, tapi nama Ji Gang terkenalnya bukan main.

Maklum, Ji Gang adalah salah kota terpenting yang harus didatangi misi Laksamana Cheng He (Cheng Ho). Ji Gang (artinya pelabuhan besar) memang jadi tempat tujuan utama siapa pun yang xia nan yang.

Kalau tidak ke Ji Gang, mereka memilih ke San Bao Long. Maksudnya: Semarang. Atau ke San Guo Yang, maksudnya Singkawang. Atau ke Ye Chen, maksudnya Jakarta. Atau Wan Long, maksudnya, Bandung. Mereka tidak tahu nama-nama kota di wilayah nan yang seperti nama yang dikenal sekarang. Semua kota dan tempat yang mereka tuju bernama Mandarin.

Gelombang xia nan yang itu sudah terjadi entah berapa ratus tahun lalu, bahkan ribu tahun lalu. Bahkan, saya tidak tahu mana nama yang digunakan lebih dulu: Palembang atau Ji Gang. Pontianak atau Kun Tian. Surabaya atau Si Shui. Banjarmasin atau Ma Chen.
Migrasi itu berlangsung terus, sehingga ada orang Tionghoa yang sudah ratusan tahun di wilayah nan yang, ada juga yang baru puluhan tahun. Waktu kedatangan mereka yang tidak sama itulah salah satu yang membedakan antara satu orang Tionghoa dan Tionghoa lainnya.

Maka, masyarakat Tionghoa di Indonesia pernah terbagi dalam tiga golongan besar: totok, peranakan, dan hollands spreken. Yang tergolong totok adalah mereka yang baru satu turunan di Indonesia (orang tuanya masih lahir di Tiongkok) atau dia sendiri masih lahir di sana. Lalu ketika masih bayi diajak xia nan yang.

Yang disebut peranakan adalah yang sudah beberapa keturunan lahir di tanah yang kini bernama Indonesia. Sedangkan yang hollands spreken adalah yang -di mana pun lahirnya- menggunakan bahasa Belanda, mengenakan jas dan dasi, kalau makan pakai sendok dan garpu, dan ketika Imlek tidak mau menghias rumah dengan pernik-pernik yang biasa dipergunakan oleh peranakan maupun totok...

Yang peranakan umumnya bekerja di sektor pertanian, perkebunan, dan perdagangan. Mereka berbahasa Jawa, Minang, Sunda, Bugis, dan bahasa di mana mereka tinggal. Mereka menyekolahkan anaknya juga tidak harus di sekolah Tionghoa.

Yang hollands spreken umumnya menjadi direktur dan manajer perusahaan besar yang waktu itu semuanya memang milik Belanda. Atau jadi pengacara, notaris, akuntan, dan profesi sejenis itu yang umumnya memang memerlukan keterampilan bahasa Belanda. Ini karena mereka harus melayani keperluan dalam sistem hukum yang berbahasa Belanda dengan aparatur yang juga orang Belanda.

Sedang yang totok, umumnya menjadi penjual jasa dan pedagang kelontong. Lalu jadi pemilik bengkel kecil. Lama-kelamaan mereka inilah yang memiliki pabrik-pabrik.

Karena kesulitan berbahasa (Belanda, Indonesia, maupun bahasa daerah) golongan totok menjadi "tersingkir" dari pergaulan formal yang umumnya menggunakan tiga bahasa itu.

Sebagai golongan yang terpinggirkan, orang totok harus bekerja amat keras untuk bisa bertahan hidup. Pada mulanya mereka tidak bisa bekerja di pabrik karena tidak "nyambung" dengan bahasa di pabrik. Mereka juga tidak bisa bertani karena untuk bertani memerlukan hak atas tanah.

Mereka hanya bisa berdagang kelontong dari satu kampung ke kampung lain dan dari satu gang ke gang yang lain. Kalau toh mencari uang dari pabrik, bukan secara langsung namun hanya bisa berjualan di luar pagarnya: menunggu karyawan pabrik bubaran kerja.

Golongan peranakan lebih kaya, tapi status sosialnya masih kelas dua. Status sosial tertinggi adalah golongan hollands spreken. Sedangkan status sosial terendah adalah totok. Anak-anak golongan hollands spreken umumnya harus kawin dengan yang hollands spreken. Yang peranakan dengan peranakan. Demikian pula yang totok dengan totok.

"Kalau kamu kawin sama anak totok, nanti kamu makan pakai sumpit," kata-kata orang tua si hollands spreken. "Kalau kawin dengan peranakan, nanti kamu makan pakai tangan."

Sedangkan orang totok biasa menghalangi anaknya kawin dengan hollands spreken dengan kata-kata, "Kamu nanti jadi orang yang tidak tahu adat." Atau, "tidak mau lagi menghormati leluhur."

Yang hollands spreken umumnya menyekolahkan anaknya di sekolah berbahasa Belanda. Atau mengirim anak mereka ke Holland atau Jerman. Yang peranakan mengirim anaknya ke sekolah terdekat, termasuk tidak masalah kalau harus ke sekolah negeri. Yang totok menyekolahkan anaknya ke sekolah berbahasa Tionghoa.

Papi RH:
Dua catatan:

1) Tulisan itu tidak memberi kesan bahwa ceritanya diangkat dari pengamatan yang berdasarkan sumber jelas, faktuil. Orang yang punya pengetahuan umum mengenai masalah itu akanberkata, tidak ada hal yang baru, sudah sejak jaman baheula memang Lautan Selatan (Nan Yang) dinamakan sebagai medan pelarian orang Kerajaan Tengah (Chung Kuo, Middle Kingdom, Tiong Hoa).

2) Hollands spreken adalah pernyataan aneh. Sebagai saya amati, dalam masyarakat Cina memang ada tiga golongan, Peranakan, Totok dan "Westernizer", mereka yang berkiblat ke-Barat-baratan. Tidak mengherankan, karena lambang kekuasaan di masa itu ialah kekuasaan Barat. Mereka ini bukan "Hollands spreken" (dalam bhs belanda sendiri bhs belanda dinamakan Nederlands), dan golongan ini saya rasa tidak sepenuhnya berkebudayaan belanda. Di jaman setelah bangunnya negara republik mereka inilah yang akan menjadi Katolik dan Kristen. Di jaman belanda sudah ada HCS (Hollands Chineesche School), jadi unsur mengarah ke Barat memang sudah ditanam di jaman Belanda.

NB Kata belanda berasal dari kata Eropa Olanda (Sepanyol, Portugis, dan diubah menjadi Belanda (Melayu) dan Walanda (bhs Jawa). Orang Belanda sendiri menamakan negeri mereka "Tanah Rendag" (Neder - landen), Pays Bas dlm bhs Prancis, atau Paeses bases (Spanyol, karena Belanda pernah lama adalah jajahan Sepanyol). Di negeri Belanda sekarang Holland adalah nama satu dari salah satu propinsinya - hol (ledok) dan land (tanah).

Gitu deh…

TANGIS, NANGIS, HA HA HAAA

Papilon :
Bahasa Indonesia hanya mengenal kata tangis, menangis, tersedu. Tapi bahasa jawa punya banyak kata untuk menggambarkan hal nangis itu diantaranya:
Mbrambangi, Mimbik2, Nggriyeng, Gero2, Gedruk2, Sesenggukan, Mingsep2, Mbeker2, Ihik ihik dsb.

Wis Jan...

Papi Iss:
Lho kalau soal bahasa Jawa itu kaya dengan kata-kata yang sama artinya tetapi detil itu banyak. Misalnya to carry alias dibawa.
Mau dibawa di pundak, ya dipikul.
Kalau dibawa di atas kepala ya disunggi
kalau dibawa di ketiak, ya dikempit.
kalau dibawa dengan dua jari dicengkiwing.
kalau dibawa dengan diletakkan di atas punggung ya digendong.
kalau dibawa dengan cara sembrono diontang antingke.
Itu semua kalau diterjemahkan dalam bahasa Inggris coba isinya kan cuma to carry doang.
Suwe suwe keri tenan.

Papi RH:
Nggak benar dalam segala aspeknya, nggak sama sekali benar!
Kata-kata Jawa itu sudah tertambat dengan satu arti, jadi kata-kata itu menjadi pernyataan yang terarah ke satu perbuatan belaka. Kata-kata itu menjadi kata mati dengan satu arti, dengan kata lain kata itu menjadi terlalu kongkrit-obyektif.

Sedangkan dalam bahasa Inggris orang juga masih bisa menambah 'carry' (dan lift, tote, lug, pull, drag dll) dengan berbagai lukisan yang dapat menambah nuansa yang amat deskriptif. Dalam hal inilah bahasa Inggris bisa berhasil membuat lukisan yang lebih beraneka ragam dan kaya daripada menggunakan satu kata belaka.

Misalnya kalimat berikut:
She lugs the hefty luggage with so much labour in a highly ungainly gait that it doesn't really fit most befittingly to the image of a refined woman.

Papilon:
She lugs the hefty luggage with so much labour in a highly ungainly gait that it doesn't really fit most befittingly to the image of a refined woman.

Wong Jowo menerjemahkan kalimat panjang itu cukup dengan satu kata: "Mbuh!"

Papi RH:
Semua dan masing-masing bahasa sedunia memiliki kekuatan dan kelemahannya.
Inilah justru hal yang membuat kebudayaan manusia menjadi lebih kaya dan beraneka nuansa, suatu hal yang amat indah.

Bayangkan kalau dunia hanya berbicara satu bahasa, betapa miskinnya (lebih-lebih bhs itu jangan bhs Inggris!!!). Menangisnya orang Inggris cuma terbatas kepada: "weep", "cry", "sob", "be tearful", "shed tears", "howl", "wail", "sook dan grizzle" (utk bayi), "lament", "deplore".

Papilon:
Uniknya, kalau tertawa ngakak, semua bangsa sama saja bunyinya: "HA HA HAAAAAA...."

Gitu deh...

SOAL SEBUTAN CINA DAN TIONGHOA

Bagaimana kita harus menyebut teman Tionghoa di Indonesia dalam bahasa Mandarin. Kalau panggilan nonpribumi sudah tidak relevan dan seperti kelihatan antidemokrasi,

Dalam bahasa Indonesia, semua sudah seperti sepakat bahwa sebutan Tionghoa adalah yang paling menyenangkan. Tionghoa sudah berarti ''orang dari ras cina yang memilih tinggal dan menjadi warga negara Indonesia''. Kata Tionghoa sudah sangat enak bagi suku cina tanpa terasa ada nada, persepsi, dan stigma mencina-cinakan. Kata Tionghoa sudah sangat pas untuk pengganti sebutan ''nonpri'' atau ''cina''.

Tapi benarkah sebutan cina itu tidak enak? Saya tidak tahu persis apa sebabnya, tapi dalam kenyataan ada lho sebagian teman yang tidak suka disebut cina. Mereka lebih suka kalau disebut tionghoa. Mengapa begitu?

Piye Jal?

BATIK LALU KOTEKA

Papi Iss :
Tgl 2 Oktober 2009 UNESCO meresmikan bahwa BATIK adalah warisan budaya dunia dari Indonesia. Semua orang dianjurkan menggunakan baju batik pada hari itu. Sayang Papi ISS wong di rumah ya kagak pakai baju batik. Tapi ketika sore hari pergi ke misa eh ya ada saja yang mengingatkan: pak kok kagak pakai batik. Weladalah.

Terbetik juga berita bahwa tgl 2 November UNESCO akan meresmikan bahwa KOTEKA adalah warisan budaya dari Indonesia. OK deh besok tanggal 2 November aku akan pakai koteka.

Danang nyeletuk:
Nek ngono aku tak nganggo koteka seka botol champagne wae, mas..., ben ketok larang dan menaikan harga. Begitu dibuka tetep nyemburrrrrr. ....

Gitu deh…

Rabu, 07 Oktober 2009

BAR CODE

Papi RH:
Menurut berita dari Google, bar code (itu lho sederetan garis tebal dan tipis vertikal) hari ini berusia 57 tahun, karena penemuan itu dipatent-kan pada tanggal 7 Oktober 1957. Penemuan itu telah merevolusikan dunia business sehingga menjadi amat efisien. Kita tak dapat membayangkan membeli barang dari toko tanpa adanya bar code!
Kalo boso jowonya apa ya? Bar-kukut (habis gulung tikar?)

Papilon:
Meskipun usia penemuan bar code sudah lebih dari setengah abad, namun di Indonesia pemanfaatannya belumlah lama. Bahkan 15 tahun lalu kode bar itu belum dipakai oleh, misalnya pabrik kosmetik, yang pernah saya tangani. Saya tidak tahu bagaimana situasinya di negara2 lain.

Papi Iss:
Dalam bahasa Indonesia sudah ditemukan oleh Papilon tahun 2009 gitu kok: kodebar.
kalau papi iss: ku debardebar.

Papi Iss:
Dalam Wahyu ada disebutkan bahwa dahi kita besok akan diberi bar code, jadi kalau kita masuk supermarket gitu, bar code di dahi akan kena scan. krik. dan supermarket itu akan tahu: siapa namaku, alamatku, profesiku, npwpku, duit yang aku punyai di bank, etc, keterangan keterangan finansial lainnya.

Nah aku lalu belanja ini belanja itu, dan lalu pergi ke kasir aku kagak perlu bayar.
Dengan bar code di dahiku itu tadi pihak super market sudah cekrik dan duitku sudah pindah ke rekeningnya dia. Kartu kredit jadi kuno banget deh.

Papilon:
Begitu tahu siapa kita, supermarket langsung melarang kita masuk. Soale kita ketahuan kalau "punya utang sejibun" tur ora tau iso nyaur.

Papi RH
Penemu barcode adalah seorang Amerika bernama Bernard Silver yang sayang telah meninggal dunia pada tahun 1962 karena kecelakaan mobil sebelum penemuannya menguasai dunia.

Penemuannya semula tidak langsung diterima, tetapi untuk menyingkat cerita panjang, setelah penemuan itu (diciptakan 1949!) dibeli oleh IBM dan dipatentkan pada hari ini 1952, maka sedikit demi sedikit penemuan ini menyebar.

Anehnya bahkan di AS sendiripun pemakaian secara publik baru mulai hari ini pada tahun 1973. Barang dagangan pertama yang dijual menggunakan barcode adalah (hayo TEBAK!!!) permen karet Wrigleys, maklum barang itulah yang paling laris di sana.
Sejak itu kepraktisan penemuan ini menyebar ke seluruh dunia.

Inilah kisah perkembangannya secara singkat di Australia.
1978
APNA atau The Australian Product Numbering Association mulai, artinya barcode secara bertahap akan mulai disebarluaskan

1979
Rowntree Hoadley (merek perusahaan premen/manisan terkemuka) adalah pemakai pertama yang mencatatkan diri

1984
962 anggota APNA telah mendaftarkan diri

1986
500 pusat perbelanjaan di seluruh Australia menggunakan barcode dan 90% barang grosir yang dijual di Australia sudah memakai barcode

1988
Department store Grace Bros di NSW, dan Kmart di Victoria sudah menggunakan barcode

Jadi di Oz usia penggunaan baru 30 tahun, lima tahun setelah mulainya di AS.

Ada yang ingat kapan anda melihat tanda barcode di Indonesia yang paling awal?

Gitu deh…

INFO LOWONGAN KERJA DI JOGYA

Dari milis teman ada info lowongan kerja di Jogya. Semoga info ini bermanfaat.

KEBUTUHAN KARYAWAN TAHUN 2009

Nama Perusahaan : MUNCUL GROUP
Alamat Perusahaan : Jl. Soragan No. 45 Yogyakarta, Telp : 0274-623033, 623034
Fax : 0274-623035

Nama Penanggung Jawab : Antonius Hansi K.S.

Jumlah Lowongan : 55 orang

Alamat Email : hrd@munculgroup. com

RINCIAN LOWONGAN KERJA
1. Finance (2 org)
- laki-laki/wanita, usia 22 - 27 tahun
- lulusan D3/S1 Akuntansi/Manajemen keuangan
- mampu menganalisa laporan keuangan
- berpengalaman dibidangnya minimal 1 tahun

2. Accounting (2 org)
- laki-laki/wanita, usia 22-27 tahun
- lulusan D3/S1 Akuntansi
- mampu melakukan verifikasi terhadap laporan keuangan
- mampu mengoperasikan Ms. Office, Internet dan software akuntansi

3. Internal Audit (2 org)
- laki-laki, usia 22-27 tahun
- lulusan S1 Akuntansi
- familiar dengan Ms. Office dan internet
- mampu menganalisis data numerical
- bermotivasi tinggi, disiplin, jujur, teliti, pekerja keras

4. IT Staff (progammer) (3 org)
- laki-laki, usia 22-27 tahun
- minimal D3 teknik informatika. komputer
- berpengalaman minimal 1 tahun dalam menggunakan VB.Net/C#.Net
- familiar dengan DBMS (preferred Firebird or PostgreSQL)
- bersedia ditempatkan di Yogyakarta

5. IT Staff (sofware tester & trainer) (2 org)
- laki-laki, usia 22-27 tahun
- lulusan D3/S1 Akuntansi/Manajemen Informatika/ Komputer Akuntansi/Teknik Informatika
- kemampuan komunikasi baik
- menguasai dasar akuntansi
- bertugas melakukan testing software, pendampingan dan implementasi software

6. Marketing (10 org)
- laki-laki/wanita, usia max 35 tahun
- punya jaringan luas
- minimal lulusan D3
- berpenampilan dan berkepribadian menarik
- diutamakan memiliki SIM A

7. Sekretaris (1 org)
- wanita, usia 22-27 tahun
- diutamakan lulusan Akademi Sekretari
- service oriented & siap overtime
- menguasai bahasa Inggris aktif & pasif
- menguasai Ms. Office dan internet
- bersedia ditempatkan di Yogyakarta

8. Sales Counter (2 org)
- wanita, usia 20-27 tahun
- minimal SMU/sederajat
- berpenampilan dan berkepribadian menarik

9. Teknisi Elektronika (2 org)
- laki-laki, usia 22-27 tahun
- minimal D3 Elektronika (arus lemah)

10.Teknisi (10 org)
- laki-laki, usia 17-25 tahun
- lulusan SMK Otomotif / Elektro

11. Driver (1 org)
- laki-laki, usia max 35 tahun
- minimal lulusan SMU/sederajat
- memiliki SIM B

12. Outlet Manager (3 org)
- laki-laki/wanita, usia max 40 tahun
- lulusan D3/S1
- berpengalaman dibidangnya minimal 2 tahun
- bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia

13. Research & Bussines Development Manager (1org)
- laki-laki/wanita, usia max 40 tahun
- minimal telah berpengalaman selama 5 tahun di bidang managerial dan penjualan
- problem solver
- penempatan di Holding Yogyakarta
- memiliki wawasan luas mengenai daerah-daerah di seluruh Indonesia

14. Research & Bussines Development Staff (1 org)
- laki-laki/wanita, usia 22-27 tahun
- lulusan S1 Akuntansi/Manajemen
- familiar dengan Ms. Office dan internet
- mampu processing data dengan SPSS dan Ms. Excel
- mampu menganalisis data numerical

15. Management Trainee (10 org)
- laki-laki/wanita, usia 22-27 tahun.
- Minimal S1 segala jurusan

16. Engineering Staff (3 org)
- Laki-laki, usia max 30 th.
- Minimal D3 Teknik Mesin
- Menguasai sistem kompresor /pendingin/dryer/ perkakas/ bubut/las
- Pengalaman min. 3 thn.

Keterangan:
Persyaratan Umum :
- siap overtime, under pressure & flexible.
- memiliki motivasi dan daya tahan kerja yang tinggi
- disiplin, teliti, dan telaten
- tidak sedang/akan melanjutkan studi
- memiliki kendaraan sendiri
- siap melakukan Perjalanan Dinas ke luar kota (seluruh wilayah Indonesia)

Yogyakarta, 30 September 2009

Antonius Hansi K.S.

Gitu deh...

Sabtu, 03 Oktober 2009

Tanjidor

"Anak cucu keturunan Betawi kagak mau ngopenin Tanjidor. Maunya ngedangdut melulu, Barangkali itu salah satunya yang bikin Tanjidor kagak berkembang" kata Mat Sani, kakek dari sejibun cucu, kelahiran Kramat Pulo Jakarta Pusat.

Ya, Tanjidor sering disebut sebagai musik rakyat Betawi. Alat musik yang dipakai di antaranya: trumpet, trombone, sausaphone, alto horn, tenor horn, clarinet ditambah tambur atau genderang. Musik tanjidor ini tumbuh sejak abad 19, dipakai untuk mengiringi jamuan para tuan tanah pada waktu itu. Dulu membawakan lagu2 belanda macam Batalion, Bananas, Welnes, Delsi, tetapi kemudian lebih banyak melantunkan lagu2 Betawi kayak Jali2, Kicir2 dsb. Kalau sekarang malah mendendangkan lagu2 dangdut juga, seperti lagu bang Toyib, si Jablay dll...., ngikutin trend.

Sayangnya, alat musik tiup yang mereka pakai sudah uzur, diikat kawat di sana sini agar tidak berantakan, bodinya peyot2 dan warnanya kusam. Bahkan untuk clarinet, pemainnya membuat sendiri reed dari bahan..., bambu! Ini saya tahu persis karena beberapa waktu lalu, para kakek pemain tanjidor itu bertandang ke rumah untuk bincang2 dan servis peralatan.

Ah..., budaya Tanjidor ini patut diperhatikan, kalau tidak oleh pemerintah kota, ya oleh kita2 ini saja. Kita2 bisa dan mau kok membantu, misalnya meremajakan peralatan sekaligus meremajakan para pemainnya. Betul?

Piye Jal?

Jumat, 02 Oktober 2009

Miss Universe

Papi RH:
Kalau kita membaca Kompas, dan percaya bahwa Miss Indonesia sampai saat terakhir menduduki posisi tertinggi, maka kita akan jadi heran, lho, kok Ratu Indonesia ini bahkan tidak termasuk 15 besar? Gimana nih?

Lepas dari soal apakah pemilihan orang tercantik di seluruh dunia itu memiliki harkat positif atau tidak, ada beberapa hal yang patut saya catat:

1) Pemilihan ini adalah usaha seorang businessman (Donald Trump), jadi pertimbangannya adalah pertimbangan business, pemenang adalah pengambil manfaat daripada penyeponsoran berbagai kegiatan bisnis.
2) Pemilihan ini 100% jatuh di tangan dewan wasit, jadi betapapun banyaknya para pendukung, semua itu tidak ada gunanya.
3) Kulihat sendiri pada www.missuniverse.com bahwa pendukung Zivanna Letisha Siregar adalah paling banyak, tetapi ketika kutengok semua (mendekati 100 %!) pemberi suara polling itu adalah orang Indonesia, yang mengira mereka bisa memajukan calon mereka dengan sekedar memberikan suara.
4) Di Oz sendiri orang amat sadar, bahwa menang kalahnya Rachel Finch (yang berakhir dengan nomor 4) bukanlah soal amat penting, paling-paling mereka tahu bahwa kalau Rachel menang dia akan mendapat rejeki banyak, misalnya rejeki yang membimbing dia menjadi super model.

Seperti saya katakan, saya tidak dapat menilai kecantikan para kontestan bila hanya melihat foto mereka, atau pendapat para wasit. Saya harus mengenai mereka satu per satu, he he he ...

Papilon:
IMHO, kita memiliki dua cara pandang untuk melihat soal pemilihan ratu sejagat itu. Kalau dipandang dari sisi karya ciptaan Tuhan (dan art), semua manusia itu indah adanya, dan tidak patutlah dipertandingkan. Yang Jawa juga keren, yang Negro juga cakep, yang Tionghoa juga cantik dsb.

Tapi kalau dilihat dari sisi "duniawi", memang kenyataannya ada sebagian orang yang ingin memamerkan wajahnya yang rupawan, rambutnya yang bak mayang terurai, dadanya yang bak kelapa genjah, betisnya yang mbunting padi dsb. Mumpung masih muda, begitu alasannya, karena sebentar tahun lagi semuanya itu, termasuk yang "genjah" itu bakal sirna...

Jadi ajang kontes semacam itu pasti ada saja peminatnya, ada saja yang berminat ikut serta, yaitu sosok2 yang pengin pamer itu.

Selain ada peminat, ternyata ada juga para "penikmat", yaitu kita2 yang "setengah seeer" atau sekedar terkagum kagum kala melihat kepintaran ataupun kala melihat para kontestan "beraksi", dengan bikini berjalan berlenggak lenggok bagai "macan luwe", sembari senyum kanan senyum kiri...

Klop sudah, dan acara kontes kecantikan itu bisa berlangsung lantaran ada sponsor yang berkepentingan memasarkan aneka produk, kosmetik, busana dll, ada peserta yang berkepentingan untuk "pamer" dan ada "penikmat" yang berkepentingan untuk..., nikmat.

MIRAS..., Miris

Papilon:
Pi, ada berita: Korban tewas akibat menenggak minuman keras di Kota Tegal bertambah menjadi sembilan orang. Dari hasil penyelidikan polisi, minuman tersebut terbuat dari campuran bio etanol yang biasa digunakan untuk bahan bakar kompor, air, dan gula merah. Minuman keras tersebut merupakan hasil racikan Tomo. "Penyebab kematian masih didalami, apakah karena minum racikan Tomo saja, atau ada tambahan bahan lain dalam racikan itu," ujarnya.

Saya pikir Pi, tanpa tambahan bahan lain dalam racikan itupun, orang kalau nenggak jenis alkohol bahan bakar (metanol), seperti spiritus misalnya, ya sudah pasti is dead. Darah yang kerasukan metanol akan segera menjadi beku. Dan sebelum ajal si penderita akan benar2 kesakitan dan menderita.

Apakah itu terjadi lantaran keterbatasan pengetahuan alias kebodohan orang mereka ya, tidak tahu bedanya etanol dengan metanol.

Piye Jal.


Papi RH:
Kubaca juga di Bali ada berita tentang orang yang meninggal dunia karena minum miras buatan sendiri. Jumlah yang meninggal semula 16 orang, tetapi berita terakhir mengabarkan 23 orang tewas. Di antara mereka itu ada satu orang Inggris, satu orang Belanda, satu orang Amerika dan orang Barat lainnya (yang satu terjadi di Lombok).
Berita itu mengatakan bahwa untuk meningkatkan potensi miras orang mencampurkan methanol (spiritus). Konon kebakaran paru-paru mendadak terjadi dan tentu saja renggutan maut pun tiba.

Orang wisatawan itu ingin ikut ramai-ramai ndem-ndeman (partying) tetapi ikut celaka dengan eksperimen liar pribumi tsb.

Ma-b-uk ada bahayanya, yaitu ma-ut!


Papi Iss:
Ya betul tuh, kematian akibat bikin minuman keras sendiri yang dicampur spiritus yang murah meriah bikin maut. Apa boleh buat. Itu karena minuman keras lainnya mahal sih.
Kalau dibikin murah nanti banyak orang mabok. Kalau dibuat mahal banyak orang ma'bok gledag mati.

Lah piye ya?
Padahal bila minum tuak itu juga enak lho. dan juga bisa bikin mabok namun aman tidak bakalan ma'bok ded.

Yesus juga minum anggur yang bisa bikin mabok, jadi minum miras itu kagak apa apa, saban pagi romo romo juga minum anggur kok.

Aku kemarin kedatangan teman dari Perth, dia bawakan aku sebotol anggur merah.
Wah senengnya. Tapi kagak bisa buka sumbatnya. Waaaaaaah, harus beli alat ulir yang buat buka sumbat gabus yang seperti batu kerasnya.

Piye jal, dapat gratis tapi beli ulir pembuka sumbat mahal. Ngapain keluar uang untuk sebotol anggur gratis yang datang sepuluh tahun sekali?

Ya udah aku biarkan saja di almari.

MIMPI

Papi Iss:
Walaupun pantang berandai andai, agar tidak menyesali keadaan yang sekarang sedang dijalani, banyak sekali mimpi yang juga sejenis pengandaian, yang akhirnya
diejawantahkan.

Mimpi itu ada mimpi yang didapat sebagai kembang tidur. Tapi mimpi juga bisa
dikatakan sebagai mengkhayal. Mimpi juga bisa berarti mendapat ilham. Mimpi sering diartikan Tuhan yang sedang berbicara. Banyak yang mengatakan kalau bermimpi itu akan terjadi yang berlawanan dengan yang diimpikan.

Mimpi adalah getaran otak yang liar, yang membuat gambar atau ceritera atau apa saja dalam otak yang ditangkap oleh budi sebagai sesuatu. Sesuatu ini yang lalu ditafsirkan macam macam.

Mimpi Firaun membuat Jusuf menjadi kepala Istana hanya karena bisa menafsirkan mimpi tersebut.

Mimpi seorang konyol yang punya beberapa butir telur ayam, yang mengimpikannya menetas dan menjadi besar dan akan bertelur lagi dan akan bertambah banyak dan dia akan jadi kaya, berakhir ketika telurnya jatuh dan pecah semua.


Papi RH:
Untunglah masih banyak orang yang suka membuat pengandaian, khayalan, berulah imaginasi. Kalau semua orang seperti ISS maka dunia "fiction", yaitu dunia buku novel (yang hampir semuanya adalah buah khayalan) akan tidak ada di dunia, kita akan jauh lebih miskin dalam kebudayaan kita.

Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru saja sudah banyak khayalan, perumpamaan, yang mungkin sekali adalah "isapan jempol". Misalnya, khayalan tentang seorang anak orang kaya yang ingin mendapat warisan sementara bapaknya masih hidup. Dia lalu menghamburkan semua uangnya berfoya-foya. Lalu dia kaliren ... dan ingin kembali kerumah bapaknya.

Tidak banyak bapak yang akan menyambut baik anak kurang ajar sedemikian dengan memanjakannya secara berlebih-lebihan. Tetapi itulah justru yang dikisahkan oleh Yesus.
Para pendengar cerita itu tentu saja harus memeras otak mereka, supaya dapat memahami arti cerita (khayalan) ini. Tanpa khayalan, tanpa imaginasi, tidak banyak hal dalam hidup ini yang amat menarik hati.

Waktu aku menjadi guru, nasehatku kepada siswa ialah: let your imagination run free, be daring, be adventurous.