Sugeng Rawuh


free counter

Sabtu, 03 Oktober 2009

Tanjidor

"Anak cucu keturunan Betawi kagak mau ngopenin Tanjidor. Maunya ngedangdut melulu, Barangkali itu salah satunya yang bikin Tanjidor kagak berkembang" kata Mat Sani, kakek dari sejibun cucu, kelahiran Kramat Pulo Jakarta Pusat.

Ya, Tanjidor sering disebut sebagai musik rakyat Betawi. Alat musik yang dipakai di antaranya: trumpet, trombone, sausaphone, alto horn, tenor horn, clarinet ditambah tambur atau genderang. Musik tanjidor ini tumbuh sejak abad 19, dipakai untuk mengiringi jamuan para tuan tanah pada waktu itu. Dulu membawakan lagu2 belanda macam Batalion, Bananas, Welnes, Delsi, tetapi kemudian lebih banyak melantunkan lagu2 Betawi kayak Jali2, Kicir2 dsb. Kalau sekarang malah mendendangkan lagu2 dangdut juga, seperti lagu bang Toyib, si Jablay dll...., ngikutin trend.

Sayangnya, alat musik tiup yang mereka pakai sudah uzur, diikat kawat di sana sini agar tidak berantakan, bodinya peyot2 dan warnanya kusam. Bahkan untuk clarinet, pemainnya membuat sendiri reed dari bahan..., bambu! Ini saya tahu persis karena beberapa waktu lalu, para kakek pemain tanjidor itu bertandang ke rumah untuk bincang2 dan servis peralatan.

Ah..., budaya Tanjidor ini patut diperhatikan, kalau tidak oleh pemerintah kota, ya oleh kita2 ini saja. Kita2 bisa dan mau kok membantu, misalnya meremajakan peralatan sekaligus meremajakan para pemainnya. Betul?

Piye Jal?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar