Sugeng Rawuh


free counter

Selasa, 22 September 2009

FENOMENA MUDIK

Papilon:
Ada orang bilang fenomena mudik lebaran tidak harus dicurigai sebagai aktifitas ekonomi yang kontra produktif, karena sedikit banyak kegiatan itu juga berdampak positip terhadap peningkatan permintaan efektif di masyarakat, terutama sektor transport, perdagangan barang & jasa serta pariwisata. Juga bisa sedikit mengurangi kesenjangan ekonomi antara desa dan kota.

Tapi saya kok merasa kegiatan mudik tetap saja merupakan pemborosan. Kalau dihitung secara nasional, mudik bisa melibatkan nilai uang triliunan rupiah. Uang segitu, ketimbang dipakai "foya2", khan mending ditabung atau dipakai untuk kepentingan lain yang lebih produktif.
Piye jal?


Iss:
Dipandang dari sudut uang di kantong karyawan memang bener suatu pemborosan yang luar biasa. Bahkan suatu tindakan yang super berbahaya karena banyak yang digendam, dihypnotis, dibius dll agar uang pindah kantong penjahat.

Tapi dipandang dari sudut psichology, dipandang dari sudut hubungan relasi antar individu dalam keluarga, dipandang dari sudut kemanusiaan, dan tentu saja dari sudut agama, maka mudik itu kok ya meningkatkan hidup seseorang. Bukankah untuk meningkatkan hidup seseorang memang dibutuhkan duit atau jer basuki mowo beo?


RH:
Banyak orang berteori bahwa semua gerak-gerik manusia pasti berdasarkan atas alasan ekonomis. Memang kelihatannya setiap gerakan kita melibatkan ekonomi.

Bangun pagi dari tempat tidur (tempat tidurnya, plus sprei dan selimut dulu dibeli) terus pergi ke wc (dulu dibangun dan dibayar, dan harus dipelihara) cuci muka atau mandi (air mesti dibayar), pergi ke tempat kerja (biaya angkutan harus bayar, jalan kaki pun sepatunya mesti dibayar). Saya pernah bertanya kepada siswa, kegiatan apakah yang tidak memerlukan pertukaran kegiatan ekonomi? Hampir tidak ada, bernafas mungkin tidak lama lagi akan dikenakan bea!!!

Tetapi boleh juga saya katakan, bahwa keharusan ekonomi bukanlah tujuan hidup, melainkan sarana kehidupan.

Setiap orang mempertimbangkan apakah yang saya perlukan, saya ingini, saya dambakan setimpal dengan pengorbanan ekonomi yang harus saya tunaikan? Dalam hal bertamasya, mudik, saya sependapat dengan ISS, bahwa kegiatan itu merupakan keinginan dan kebutuhan manusia yang amat mulia, kegiatan yang ingin menyenangkan hati adalah tujuan hidup. Jadi biaya tidak dianggap sebagai uang yang terbuang-buang. Kalau Papilon mengira uang yang "dibuang" lebih baik untuk "ditabung", nanti kalau sudah tertabung akan digunakan untuk apa? Untuk pesiar? Lha pesiar sekarang atau kapan di masa depan?

Memang pertimbangan ini bisa menjadi amat pelik. Tetapi biasanya kita praktis. Ketika ada saat yang menekan "jiwa" kita, ketika kita memerlukan mereguk kebahagiaan, ongkos betapapun banyaknya (kalau itu dalam jangka kemampuan kita, dengan mencari kredit pun akan dilakukan!!!) akan kita tanggung.

Memang hidup ini kalau direnungkan memerlukan segala macam hal, dan itulah yang membuat hidup manusia menjadi "lengkap", menyeluruh, holistik.

Piye jal!


Papilon:
Pi, saya setuju kalau setiap orang musti mempertimbangkan soal kesetimpalan dalam gerak geriknya. Jadi kalau semuanya sudah dalam pertimbangan matang, ya silahkan mudik, ketemu brayat besar. Silahkan menikmati (membuang?) "kelebihan rejeki". Namun jangan sampai uang yang dihambur adalah "uang modal", jangan sampai harus mengorbankan peluang besar lain yang semestinya ada. Mudik yo mudik ning ojo udik.
Begitu?


Iss:
Setelah membaca uraian papi RH maka teringat saya akan suatu ulasan bahwa orang primitif di hutan katakan saja di hutan Papua adalah orang kaya yang bahagia. Mungkin juga orang Aborigin yang masih tinggal di pedalaman Aussi bisa termasuk dalam kategori orang kaya. Mereka itu tidak perlu pakaian, tidak perlu bbm, tidak perlu tv, tidak perlu ke sekolah, tidak perlu sabun, tidak perlu banyak hal yang menjadi keharusan bagi kita. Mereka tidur di ayunan di atas pohon (ini lihat film Tarzan) atau mau bobok di gua-gua (ini juga lihat film) atau mau bikin gubug dll pokok tidak pakai beli deh. Uang kagak ada artinya bahkan emas maupun berlian cuma sebongkah logam bagus mengkilap dan batu keras saja.

Mereka itu bangun pagi jalan ke sungai tidak perlu pakai watercloset segala, cebok pakai air kagak perlu bayar sama PAM, buang kotoran tidak perlu panggil tukang sedot tinja.
setelah mandi ciblon, pergi ke hutan berburu dengan tulup dengan panah yang mereka buat sendiri. selesai dapat kelinci atau kera atau burung mereka bawa pulang dan bikin api ya darikayu yang ada dimana mana. selesai makan terserah mau bobok atau mau nyanyi nyanyi dan bermusik ria pakai timpani kendang ketipung yang tidak usah beli, cukup bikin sendiri saja.

Kalau yang udah kenal suling ya bikin dari bambu, kalau yang udah tahu angklung ya bikin dari bambu kagak usah beli sana pesen sini. Nari ya seadanya cuma jinjit jinjit putar kanan putar kiri, maju mundur serong kanan serong kiri, dodok berdiri loncat dan gedruk gedruk sesuka hati. hati riang dan senang, hutang tidak ada, kewajiban Cuma
berserawungan dengan sesama, tidak berkelahi saja. Mereka itu sudah kecukupan dan bahagia. tidak kurang suatu apa. Kalau ada yang sakit ya paling panggil dukun, kalau toh mati ya paling potong satu ruas jari untuk menunjukkan kehilangan. Mo apa lagi? nonton batman? nonton superman? nonton catwoman? nonton olimpiade? butuh laptop biar bisa gabung sama papyrus? butuh listrik? butuh apa sih? kagak butuh! cukup!

Nah mereka itu rusak karena orang datang bawa minuman keras. mereka merasakan wah enak ya minum whisky, atau vodka, atau ciu, padahal banyak orang pedalaman juga udah tahu bahwa nira bisa jadi minuman yang enak beralkohol. Tinggal naik ke pohon kelapa, deres dan tampung dengan tabung bambu, setelah seminggu diminum wah enak ranum dan kemrenyes.

Lalu orang luar risih kok lihat buah gemrandul, disuruh pakai kaos, bh etc.
Ya salah sendiri kok diajari gitu, wong mereka itu tidak butuh kok. Mereka cukup bahagia kok dengan alam sekitar mereka.
Sayangnya ya itu orang luar melihat kekayaan hutan: ada kayu yang lalu bikin penggundulan hutan. Ada emas lalu bikin tambang freeport. Ada berlian lalu bikin tambang berlian, dst dst. menggusur pemukiman penduduk setempat. Dan mereka yang tergusur akan kelaparan karena tempat yang harus mereka tempati tidak semendukung tempat asal mereka.Nnah mereka lalu tergantung duit. dan menjadi kere menurut orang kota.


RH:
Kelihatannya ISS kepingin dari wong primitif ya?
Jangan mengira mereka selalu bahagia, saya tanggung kadang-kadang mereka pun berkesah: "Ah, andaikata hari ini aku tak usah berburu, tinggal buka kulkas dan memanaskan makanan di microwave oven ..."


Iss:
Boro boro ngerti kulkas????? Boro boro ngerti microwave?????? Mbok ya jangan gitu to pak RH. Lihat saja filmnya si crocodile dandy yg dari pedalaman Australia tuh. Ya kayak gitu itu.

Film karena orang bloon ya gods must be crazy nya nixau (aku lupa tuh namanya) itu tuh yang orang pedalaman yang kalau omong pakai celetak celetuk. Nemu botol coca cola, yg dibuang dari plane, yang dia ingin kembalikan ke Tuhan karena bikin kacau kampungnya yang semua ingin berebut mainan botol itu.

Ya gitu itu. Kalau orang tinggal di tempatnya kan bahagia, tidak kurang suatu apa. Kalau soal kadang sedih ya biasalah wong lihat anak dan saudara bertengkar semua karena gara gara botol siji. Kalau soal khawatir ya biasalah wong anaknya dua hilang. dst dst.

Maksud saya bila orang tidak butuh apa apa yang harus pakai duit, bahagia dan tak kurang apa apa. Mandi tinggal mandi, makan tinggal makan, masak tinggal masak.
Gampang, tidak usah cari duit dulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar