Sugeng Rawuh


free counter

Selasa, 22 September 2009

RENTENIR

Papilon:
Ini khabar, banyak petani miskin di Indramayu dalam masa krisis seperti ini tidak mampu membeli kebutuhan "saprotan" (sarana produksi pertanian).

Akibatnya petani mencari jalan pintas, dan kemudian malah menjadi mangsa rentenir yang sengaja meminjamkan saprotan, khususnya urea dan pestisida. Pinjaman 1 kuintal urea misalnya, nantinya harus dikembalikan dalam ujud 1 1/4 kuintal gabah.

Memberi pinjaman urea ke petani, kesannya baik hati. Tapi setelah dihitung-hitung, jahatnya bukan kepalang. Utang urea senilai Rp. 140 ribu harus dikembalikan dalam rupa gabah senilai lebih dari Rp. 300 ribu.

Sementara fasilitas perbankan melalui KUR (kredit usaha rakyat) yang katanya tanpa jaminan, namun dalam prakteknya pihak bank meminta jaminan...

Piye Jal?


RH:
Memang kelakuan manusia ekonomis selalu saja bisa dirasionalisasikan. Hukum suplai dan demand memang hukum yang tak terelakkan. Tetapi yang jelas ialah perlunya undang-undang yang melindungi mereka yang "vulnerable" menghadapi mereka yang punya kapital dan aset.

Kalau bunga untuk pinjaman melebihi apa yang diijinkan oleh hukum maka jelas itu adalah tindakan kriminal. Dalam hal ini pemerintah (pemimpin yang dipilih oleh rakyat untuk melakukan pengaturan hidup ekonomi) wajib melindungi mereka yang berada dalam posisi lemah.

Istilah "lintah darat" adalah istilah yang tepat untuk kasus seperti ini. Sistem "ngijon" harus diatur oleh undang-undang dan tidak boleh dilanggar semaunya.


Iss:
Lintah darat dan ngijon itu lain papi. Banyak sekali peran pengijon. Misalnya saya punya pohon-pohon durian, saya tidak mau susah susah menunggu sampai durian runtuh dan menjual ke pasar. terlalu ribet. Apalagi kalau harus panjat pohon dan panen durian??? Wah nanti keseleo tenan. Apa jalan keluar???? Saya cari pengijon.

Satu pohon ini kamu berani bayar berapa????? Nah setelah sepakat, si pengijon akan ngopeni pohon durianku, dia akan panjat pohon, dan ikat semua bakal buah dengan tali rafia agar kalau ada yang jatuh tidak dipungut orang lewat namun buah akan tetap tergantung di tali rafia. alias tetap milik si pengijon. Dia akan merawat pohonku supaya buahnya banyak melebihi perkiraanku. Aku leha leha di rumah sudah dapat duit. tapi buahnya belum mateng, masih pentil pentil.

Ngapain musuhan sama pengijon???? Dia sahabatku. dia pekerja ulung yang penuh dengan spekulasi. Kalau lintah darat lain lagi papi.itu memang musuh bebuyutan. tidak kerja sama sekali tapi narik duit.


RH:
Saya lihat di artikel yang terbit di Filipina ini (penulisnya saya tidak tahu, tetapi bbrp Yesuit Indonesia dibikin ikut serta berbicara). Dalam artikel ini dikatakan bahwa ngijon adalah sistem yang lebih kejam daripada bank desa, karena si pembeli ijon (produk yang masih ijo) menuntut bunga yang sering kali dua kali lipat apa yang ditawarkan oleh bank desa.

Sejarah ngijon sebagai upaya menekan kebangkitan petani kecil di Jawa, khususnya di daerah Solo dan Jogya, telah dikenal sejak jaman dahulu. Para pengijon adalah mereka yang punya modal besar (kreditor, biasanya pedagang Tionghoa), yang untuk risiko investasinya berani memperaruhkan banyak dana.

Kalau ini tidak berbeda dari "lintah darat" saya nggak tahu lagi apa definisi "lintah darat".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar